Konferensi pers di UGM soal antraks. DOK UGM
Konferensi pers di UGM soal antraks. DOK UGM

Kasus Antraks di Gunungkidul, Pakar UGM Tegaskan Sembelih Hewan Mati dan Sakit Berbahaya

Renatha Swasty • 07 Juli 2023 16:17
Jakarta: Satu orang warga di Gunungkidul, Yogyakarta meninggal akibat antraks. Kasus antraks muncul setelah warga menggali dan memasak daging sapi yang telah dikubur akibat penyakit.
 
Pakar Universitas Gadjah Mada (UGM), Agnesia Endang Tri Hastuti Wahyuni, menegaskan menyembelih bangkai hewan yang mati karena penyakit berbahaya. Hal ini dapat memicu penyebaran penyakit yang disebabkan oleh bakteri, termasuk penyakit antraks yang tidak hanya dapat menjangkit hewan lainnya, namun juga manusia hingga memunculkan kasus kematian.
 
“Hewan yang terjangkit tidak boleh dibuka, maka kalau disembelih itu kesalahan fatal karena bakteri sebagian besar ada di darah. Ketika darah keluar dan berinteraksi dengan udara, terbentuklah spora yang menjadi momok,” papar Wahyuni dikutip dari laman ugm.ac.id, Jumat, 7 Juli 2023.

Dia menjelaskan kasus antraks telah masuk ke Indonesia sejak 1884 dan wilayah yang terserang antraks semakin lama semakin banyak dan meluas. Salah satu penyebabnya karena antraks merupakan penyakit yang tidak mudah dimusnahkan.
 
Wahyuni menuturkan spora yang dihasilkan oleh bakteri antraks sulit hilang dan bisa bertahan di tanah hingga puluhan tahun. Penyakit antraks yang menyerang hewan sebenarnya masih bisa ditangani dengan terapi pengobatan.
 
Dia mengatakan dengan penanganan yang cepat dan tepat, hewan yang terjangkit bisa tetap hidup dan sembuh dari penyakit tersebut. “Bisa diobati karena bakteri masih sensitif dengan antibiotik. Untuk pencegahan ada vaksinasi yang perlu diulang setiap enam bulan,” ucap dia.
 
Epidemiolog UGM, Citra Indriani, menjelaskan antraks yang menyerang manusia bisa dibagi ke dalam empat jenis, yaitu antraks kulit, antraks saluran pencernaan, antraks saluran pernapasan, serta antraks injeksi. kasus antraks yang paling sering ditemukan di Yogyakarta adalah antraks kulit, sedangkan kasus antraks saluran pernapasan dan antraks injeksi hingga kini belum pernah ditemukan di Indonesia.
 
“Antraks kulit bisa muncul ketika seseorang menyembelih hewan yang terinfeksi, lalu darah yang keluar kontak dengan kulit yang terdapat luka. Gejala awalnya adalah gatal lalu berkembang cepat menjadi luka antraks dan pembengkakan,” papar Citra.
 
Citra mengatakan sama seperti kejadian pada hewan, antraks pada manusia juga bisa ditangani dengan deteksi dini serta pengobatan yang sesuai. Namun, ia menekankan upaya-upaya pencegahan lebih penting diperhatikan.
 
“Begitu ada antraks perlu ada pengendalian terus menerus, dari segi lingkungan maupun hewannya sehingga penyakit manusia bisa dicegah. Jika memiliki gejala pasca kontak dengan hewan sakit atau menyembelih, langsung datang ke fasilitas kesehatan karena dokter sudah disiapkan untuk bisa mendeteksi dini kasus antraks pada manusia,” tegas dia.
 
Dosen Fakultas Peternakan UGM, Nanung Danar Dono, menegaskan pentingnya pemahaman, kesadaran, serta upaya bersama dalam penanganan antraks agar tidak lagi menimbulkan korban. Dia menegaskan kebiasaan memotong dan membagi-bagikan daging hewan yang mati karena sakit merupakan salah satu kebiasaan yang berbahaya sehingga harus dihentikan.
 
“Cukup sudah jangan sampai ada kasus lagi, karena sekarang hampir semua provinsi di Indonesia sudah kena. Sebagaimana saat covid-19 mari bersama-sama kita lawan, masyarakat saling mengingatkan," tegas dia. 
 
Baca juga: Apa Itu Antraks? Pengertian, Ciri, Penularan, hingga Pencegahannya

 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan