Beasiswa tersebut diberikan kepada dr Ikram Medhat Abbas, dokter asal Palestina, yang baru mengungsi dari Gaza. Istimewa
Beasiswa tersebut diberikan kepada dr Ikram Medhat Abbas, dokter asal Palestina, yang baru mengungsi dari Gaza. Istimewa

BSMI-Universitas Brawijaya Beri Mahasiswa Gaza Beasiswa Pendidikan Dokter Spesialis

Surya Perkasa • 15 Juli 2024 09:51
Malang: Universitas Brawijaya (UB) dan Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) bekerja sama memberikan beasiswa pendidikan dokter spesialis (PPDS) untuk mahasiswa Palestina. Beasiswa tersebut diberikan kepada dr Ikram Medhat Abbas, dokter asal Palestina, yang baru mengungsi dari Gaza.
 
Kerja sama ini diteken saat acara seminar internasional  Solidarity and Humanity, Standing Together for Palestine pada Sabtu, 13 Juli 2024. MoU penyerahan beasiswa ini ditandatangani Sekretaris Universitas Brawijaya Dr Tri Wahyu Nugroho dan Sekretaris Jenderal BSMI Muhammad Rudi. 
 
Ketua Tim UB-Palestine Solidarity Prof Setyo Widagdo menyebut kerja sama tersebut merupakan bentuk Tridharma Perguruan Tinggi yakni. Program UB-Palestine Solidarity diinisiasi oleh Universitas Brawijaya berjalan sejak Desember 2023.

Berbagai bantuan diberikan Universitas Brawijaya lewat program tersebut. Misalnya, membantu mahasiswa Fakultas Teknik dari Palestina yang overstay, menggalang dana hingga Rp700 juta untuk membantu masyarakat Palestina, hingga penyuluhan dan kampanye seputar isu Palestina.
 
Ketua Umum Dewan Pimpinan National (DPN) BSMI Muhamad Djazuli Ambari berharap momentum ini menjadi pemantik bagi kampus lain untuk turut serta memperjuangkan Palestina lewat program akademis. UB bisa menjadi pelopor dalam mengorganisasikan kampus-kampus di seluruh dunia untuk berkontribusi berbagi program pendidikan bagi warga Palestina.

Kisah sang penerima beasiswa

Ikram Medhat Abbas, penerima program beasiswa dokter spesialis ini, memuji program tersebut. Ibu satu anak yang hendak mengambil program obsgyn itu mengungkapkan, dia menyelesaikan pendidikan S1 Kedokteran di Gaza, Palestina.
 
Rumahnya hancur akibat perang. Keluarga dari pihak suaminya juga wafat akibat dibom Israel.
 
Ikram Medhat Abbas meninggalkan Gaza bersama ayah dan ibu, serta anak semata wayangnya, Hayya. Dengan suara bergetar, Ikram mengaku  ingin berkomunikasi dengan bahasa Indonesia agar bisa menyampaikan perasaan yang sebenarnya setelah menerima beasiswa ini.
 
"Di Palestina saya sudah menyaksikan bantuan-bantuan dari Indonesia. Bantuan medis atau makanan. Kami terasa senang karena sudah kehilangan semuanya. Kami sangat berterima kasih dan terharu tentang bantuan ini," ujar Ikram dikutip dari keterangan tertulis yang diterima Medcom, Senin, 15 Juli 2024.
 
Dia pun merasa Indonesia merupakan negara kedua baginya setelah Palestina. Menurut Ikram, masyarakat Indonesia yang mengundang mereka pada saat mereka terkena musibah.
 
"Saya harap kita bisa bersama-sama tetap berjuang sampai salat bersama di Masjidil Aqsa," ujar dr Abbas.
 

Ajak berkontribusi untuk Palestina

Ketua Majelis Pertimbangan Anggota BSMI, Prof Basuki Supartono, menegaskan bangsa Palestina tak memiliki budaya 'tangan di bawah'. Mereka teguh dan tegar untuk berjuangan melawan penjajah.
 
Basuki menjelaskan bahwa rakyat Gaza mengalami penderitaan yang luar biasa, baik dari sisi kesehatan, ekonomi, dan pendidikan. Namun, mereka tetap semangat berjuang dan mencintai Palestina.
 
"Mereka tetap ingin membangun Palestina selamanya. Mereka bangsa yang tak suka tangan di bawah," tegas Basuki saat berbicara dalam seminar internasional Solidarity and Humanity, Standing Together for Palestine.
 
BSMI-Universitas Brawijaya Beri Mahasiswa Gaza Beasiswa Pendidikan Dokter Spesialis
Ketua Majelis Pertimbangan Anggota BSMI, Prof Basuki Supartono. Istimewa
 
Basuki mempertanyakan kontribusi masyarakat dunia terhadap Palestina. Hal ini pula yang mendorong BSMI bekerja sama dengan UB untuk memberikan beasiswa.
Basuki pun mengajak semua pihak untuk terus berkomitmen dan berkontribusi dalam berbagai upaya mendukung Palestina.
 
Rektor Universitas Brawijaya, Prof Widodo, menambahkan masalah Palestina bukan persoalan individu dari latar belakang yang berbeda. Dia menegaskan persoalan yang dihadapi Palestina adalah masalah kolektif kemanusiaan yang bersifat global. 
 
"Universitas Brawijaya bukanlah pendukung salah satu pihak yang berperang. Kami berkepentingan untuk ikut menata masa depan manusia di samping latar belakangnya agar bisa hidup bermartabat," tegas Widodo.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan