Tim ITB menggelar survei terkait kejadian di Rancaekek. DOK ITB
Tim ITB menggelar survei terkait kejadian di Rancaekek. DOK ITB

Hasil Analisis Tim ITB: Kejadian di Rancaekek Tornado

Renatha Swasty • 04 Maret 2024 10:57
Jakarta: Fenomena pusaran angin di wilayah Rancaekek dan sekitarnya pada Rabu 21 Februari 2024 masih menjadi pertanyaan tornado atau puting beliung. Hasil analilis Institut Teknologi Bandung (ITB) memastikan kejadian tersebut merupakan tornado.
 
"Fenomena ini kita sebut tornado. Itu merupakan hasil dari asesmen yang telah kita lakukan,” ujar dosen Program Studi Meteorologi, Nurjanna Joko Trilaksono, dari Kelompok Keahlian Sains Atmosfer, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) ITB dikutip dari laman itb.ac.id, Senin, 4 Maret 2024.
 
Joko menjelaskan kajian mengenai fenomena ini diawali dengan survei kondisi lapangan yang dibantu Tim Lab Meteorologi Terapan ITB. Survei dilakukan pada Kamis, 22 Februari 2024 dan Minggu, 25 Februari 2024..

Survei dengan metode tanya jawab secara langsung kepada masyarakat terdampak. Berdasarkan tanya jawab tersebut, di hari fenomena pusaran terjadi, tepatnya pukul 15:34 WIB, terlihat pusaran yang tidak tetap di bawah awan.
 
Setelah 10 menit, pada pukul 15:44 WIB, terdapat pusaran yang muncul di permukaan. Pusaran tersebut terus berjalan hingga diperoleh panjang jalur sekitar 4 kilometer.
 
Dari timing yang ada, dapat diperkirakan kecepatan rambat dari apa yang terlihat di pusaran kurang lebih 15 km/jam dengan perkiraan pusaran hidup dan berjalan sekitar 30 menit.
 
Luas area kerusakan mencapai 305 hektare dengan lebar 516 meter. Tipe-tipe kerusakan yang terjadi mulai dari atap hilang, bangunan roboh, dan pohon tumbang.
 
Pantauan citra Satelit Himawari-9 di daerah cekungan Bandung sekitar Bandung Timur menunjukkan pada pukul 14:00 WIB daerah sekitar Rancaekek relatif cerah dan clear, sedangkan satu jam berikutnya mulai terdapat awan-awan yang tumbuh. Awan ini merupakan awan cumulonimbus yang tumbuh secara cepat di tropopause.
 
Pada Desember, Januari, dan Februari (DJF) terdapat musim monsun Asia yang masuk ke wilayah Pulau Jawa dari arah barat. Sehingga, di wilayah Rancaekek dan sekitarnya akan sangat potensial terbentuk awan konvektif karena masih ada uap air yang cukup serta terdapat aliran yang masuk dari sela-sela pegunungan sekitar Sumedang.
 
Aliran yang terpisah ini akan menciptakan adanya wind shear (perbedaan kecepatan arah angin) yang menyebabkan aliran menjadi berputar. Hal ini yang diperkirakan sebagai mekanisme pembentuk dari pusaran.
 
“Melalui kajian yang sudah ada di Meteorologi, adanya aliran pola yang berputar ini disebut dengan tornado, terlepas dari berapa intensitasnya," jelas Jokowi.
 
Terkait tornado di Rancaekek merupakan yang pertama di Indonesia, Joko Trilaksono menjelaskan apabila berkaca melalui fenomena yang terjadi dari cumulonimbus, ini bukan hal langka.
 
"Kita bisa yakin dan bilang bahwa itu bukan yang pertama,” kata Joko.
 
Hasil analisis ITB ini berbeda dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang menyebut kejadian di Rancaekek merupakan puting beliung. Joko menilai BMKG memiliki cara lain untuk mendefinisikan puting beliung atau tornado berdasarkan kekuatannya.
 
“Kalau kita mendefinisikan tornado berdasarkan proses fisisnya. BMKG melihat dari aspek kekuatannya yang tidak besar, maka dimasukkan ke dalam kategori puting beliung, meski puting beliung adalah small tornado,” tutur dia.
 
Joko menyebut ketimbang meributkan tornado atau puting lebih baik melihat dampak dari awan cumulonimbus. Meski kadang seringnya kecil, tetapi bisa juga menjadi besar dan merusak yang ada di permukaan.
 
"Lebih baik terus belajar, sehingga kita tahu apakah objek cumulonimbus ini bisa menghasilkan bencana dan dampak yang besar atau tidak,” tutur dia.
 
Dia mengingatkan “No such thing as bad weather, just bad clothing. Tidak ada bad weather, tetapi lebih ke arah kita saja yang tidak bisa menghadapinya,” kata dia.
 
Baca juga: Peneliti BRIN Sebut Kejadian di Rancaekek Puting Beliung, Ini Bedanya dengan Tornado

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan