Widyaningsih Tri Kusuma Astuti sedang melayani pelanggannya. DOK Vokasi Kemendikbud
Widyaningsih Tri Kusuma Astuti sedang melayani pelanggannya. DOK Vokasi Kemendikbud

Kisah Widyaningsih Mengubah Jalan Hidup Berkat Ikut Pendidikan Kecakapan Wirausaha

Renatha Swasty • 14 November 2022 13:30
Jakarta: Perjalanan hidup Widyaningsih Tri Kusuma Astuti berubah pada 2020. Langkah kecilnya mengikuti program Pendidikan Kecakapan Wirausaha (PKW) bidang tata kecantikan dan digital marketing mengubah dirinya dari mantan buruh pabrik plastik, menjadi pemilik salon kecantikan di kampung halamannya, Solo, Jawa Tengah.
 
Program PKW merupakan salah satu program pendidikan dan pelatihan kewirausahaan yang diselenggarakan oleh Direktorat Kursus dan Pelatihan, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Program PKW bekerja sama dengan lembaga kursus dan pelatihan (LKP) yang sudah diseleksi sebelumnya.
 
Widya merupakan salah satu peserta program PKW Tahun 2020 yang diselenggarakan di LKP Yanti, sebuah LKP yang bergerak di bidang salon dan kecantikan di daerah Banjarsari, Surakarta, Jawa Tengah. Lahir dan besar di tengah keluarga kurang mampu membuat Widya tak memiliki banyak pilihan.

Ibunya merupakan seorang tenaga kerja wanita (TKW), sementara itu ayahnya buruh pabrik mebel di kota Solo. Widya terpaksa putus sekolah mengikuti jejak kedua kakaknya yang bernasib sama, hanya bisa menamatkan sekolah menengah pertama (SMP).
 
“Ingin sekali sebenarnya bisa melanjutkan sekolah, tetapi mau bagaimana lagi. Jadi, terpaksa sekolah hanya sampai SMP, apalagi ada adik-adik juga,” kata anak ketiga dari lima bersaudara ini dikutip dari laman vokasi.kemendikbud.go.id, Senin, 14 November 2022.
 
Widya yang tidak bisa melanjutkan sekolah, bahkan sempat terseret ke dunia malam. Meskipun hanya beberapa bulan merasakan kerasnya kehidupan malam, pilihan itu terasa sangat berat bagi Widya.
 
Namun, Widya tidak punya pilihan lain. Dia tidak memiliki keterampilan, apalagi ijazah yang bisa menjadi daya tawar untuk melamar pekerjaan.
 
“Mau kerja apa wong tidak punya ijazah. Jadi, ya terpaksa ikut kerja malam,” kata Widya yang mengaku sempat sakit-sakitan karena tidak kuat terus menerus bergadang untuk bekerja.
 
“Saya juga terus sambil cari kerjaan karena badan saya tidak kuat,” kata Widya.
 
Beruntung, akhirnya Widya bisa diterima bekerja sebagai buruh di pabrik plastik di Solo. Dari pekerjaan tersebut, Widya bisa mendapatkan penghasilan Rp300.000 per minggu.
 
Sayangnya, belum setahun bekerja, Widya justru terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) imbas pandemi covid-19 yang melanda Indonesia pada 2020. Saat itu usianya baru 19 tahun. Ia juga baru saja memiliki anak.
 
Saat dalam kebingungan, Widya tanpa sengaja menemukan brosur kursus program PKW yang diselenggarakan oleh LKP Yanti Surakarta. Brosur itu dipasang di pos ronda, tidak jauh dari rumah Widya yang berada di belakang Stasiun Solo Balapan.
 
Merasa tak memiliki keterampilan, Widya memutuskan mendaftar. Iming-iming kursus gratis dan bantuan modal usaha semakin memantapkan langkah Widya untuk mengikuti program PKW bidang tata kecantikan dan digital marketing.
 
“Padahal awalnya benar-benar saya tidak tahu apa yang akan saya pelajari. Saya hanya coba datang saja dulu karena kebetulan tempat kursusnya juga dekat sama rumah,” kata Widya.
 
Bersama 25 peserta lainnya, Widya resmi menjadi peserta program PKW. Selama kurang lebih tiga bulan, Widya mempelajari berbagai keterampilan di bidang kecantikan. Dia juga belajar membuka usaha salon dan mendalami digital marketing untuk menawarkan jasa usahanya kelak.

Mendirikan salon

Berbekal keterampilan tata kecantikan dan bantuan modal berupa alat dan bahan-bahan keperluan salon, Widya dan empat rekannya sesama peserta program PKW di LKP Yanti, akhirnya membuka salon kecantikan. Salon bersama tersebut berada di rumah salah satu rekan Widya di daerah Banjarsari.
 
Dari keuntungan usaha bersama tersebut, Widya mencoba mengumpulkan rupiah demi rupiah untuk berdikari dengan mendirikan salon sendiri. Hasilnya, tak sampai setahun dari program kursus yang ia ikuti, Widya berhasil mendirikan salon sendiri.  
 
Dia memanfaatkan salah satu ruangan di rumahnya sebagai salon. Widya lebih senang menyebut salonnya sebagai studio, Studio Kity.
 
Meskipun belum terlalu besar, namun pelanggan salonnya cukup banyak. Dalam sehari, Widya bisa melayani 10 hingga 16 pelanggan, baik yang datang ke studio maupun layanan home care. Widya membuka layanan home care sebagai salah satu inovasi layanan studionya.
 
Widya juga memanfaatkan sosial media untuk menawarkan jasa salonnya. Hasilnya, pelanggan setianya tidak hanya warga sekitar, tetapi juga menjangkau jauh lintas kecamatan.
 
“Jadi, kalau ada panggilan ke rumah ya datang ke rumah. Tapi kebanyakan memang layanan home care,” kata Widya.
 
Widya juga bekerja sama dengan teman-temannya di LKP Yanti untuk melengkapi layanan di studionya. Namun, mereka adalah peserta kursus reguler. Misalnya untuk perawatan sambung bulu mata.
 
“Jadi, kalau ada yang mau sambung bulu mata, tetap saya terima, tetapi nanti saya hubungi teman untuk perawatannya,” kata Widya.
 
Bisnis salon Widya terus berkembang. Dalam sebulan, Widya bisa menyisihkan Rp5 juta sebagai keuntungan bersih dari usahanya tersebut. Nilai ini tentu jauh lebih besar dibandingkan dengan penghasilannya saat masih menjadi buruh pabrik plastik.
 
“Saya benar-benar merasakan bagaimana langkah kecil saja mengikuti kursus telah mengubah kehidupan saya menjadi seperti saat ini. Bahkan, teman-teman dan kakak saya juga jadi ingin ikut program ini,” kata Widya yang bermimpi ingin memiliki jaringan-jaringan salon seperti Rudy Hadisuwarno.
 
Baca juga: Mau Jadi Kapster? Ini Tempat Belajarnya

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan