Kasus bullying, utamanya pada remaja yang menyebabkan terenggutnya nyawa korban sebenarnya sangat banyak terjadi. Namun, layaknya gunung es, tidak banyak kasus-kasus ini mendapat atensi dari masyarakat luas.
Lantas, apa saja penyebab remaja memiliki dorongan untuk melakukan tindakan bullying? Dosen Departemen Psikologi Universitas Airlangga (Unair) Tiara Diah Sosialita menjelaskan terdapat beberapa penyebab kasus bullying banyak terjadi pada remaja.
Secara psikologis, bullying dapat dipicu sikap-sikap negatif, seperti perasaan iri, dendam, dan permusuhan antar remaja. Sementara itu, dari sisi pelaku, biasanya bullying dilakukan karena kepercayaan diri cenderung rendah. Bullying menjadi sarana pelaku untuk mencari perhatian orang-orang di sekitar.
“Asumsi mereka, dengan mem-bully orang lain mereka akan merasa puas, lebih kuat, serta menjadi lebih dominan,” kata Tiara dikutip dari laman unair.ac.id, Selasa, 21 Juni 2022.
Tiara menuturkan pengaruh negatif media juga turut menjadi penyebab tindakan bullying pada remaja. Berbagai tindakan kekerasan di televisi atau internet dapat menjadi inspirasi bagi remaja untuk melakukan tindakan kekerasan bahkan tanpa alasan jelas sekalipun.
Tiara menekankan pentingnya remaja mengetahui bentuk-bentuk tindakan bullying untuk mencegah perilaku bullying pada remaja. Dia menuturkan pada remaja, umumnya bullying dapat dilakukan dalam bentuk verbal (mencemooh, membentak, mencela), fisik (menendang, memukul, meludahi), relasional (mengabaikan, mengucilkan), serta cyberbullying.
“Kalau sudah mengenal bentuk-bentuk bullying, jika merasa mereka melakukan bullying maka perlu untuk berhenti. Dan sebaliknya, jika seseorang menyadari bahwa ia korban bully, ia perlu melakukan langkah-langkah untuk tidak membiarkan bully itu terus,” tegas Tiara.
Tiara menyebut pada korban bullying penting menyikapi tindakan perundungan dengan percaya diri dan menghadapi dengan kepala tegak. “Ingat, yang melakukan tindakan tercela adalah pem-bully, bukan korban. Jadi, yang harusnya merasa bersalah adalah si perundung,” ujar dia.
Korban bullying, kata Tiara, juga perlu mencari bantuan kepada orang-orang yang dapat ia percaya, seperti orang tua, saudara, guru, atau konselor. Selain itu, korban dapat menyimpan bukti-bukti tindakan bullying agar dapat ia laporkan kepada pihak berwajib.
Tiara berpesan bila remaja menyaksikan tindakan bullying dapat melakukan usaha yang bisa mereka lakukan. Seperti melerai, mendamaikan, atau mencari bantuan baik kepada guru maupun pihak berwenang.
“Bullying itu bisa tumbuh subur karena orang-orang yang ada di sekitar remaja yang menjadi korban bullying itu diam aja,” tutur dia.
Dia juga mendorong orang tua waspada terhadap tindakan bullying pada remaja mengingat tindakan ini dapat terjadi kapan pun, di mana pun, pada siapa pun, dan oleh siapa pun. Tiara menuturkan terdapat beberapa ciri yang dapat menjadi indikasi tindakan bullying baik fisik (memar, luka, patah tulang), perilaku (tertutup, kesulitan berbaur, self-harm), maupun mental (emosi tak terkontrol, gangguan komunikasi).
Orang tua dapat meminta bantuan pihak sekolah apabila anaknya terindikasi menjadi korban bullying. Selain itu, mengingat dampak bullying sangat besar terhadap psikis, orang tua juga dapat melibatkan profesional seperti konselor atau psikolog jika terdapat trauma pada korban.
“Jangan membiarkan bullying berlarut-larut sehingga remaja berkemungkinan melakukannya pada orang lain,” kata Tiara.
Baca: Kemenag Sulut Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Bullying Berujung Maut Siswa MTsN 1 Kotamobagu
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News