“Inilah dampak dari Neoliberalisme pendidikan Indonesia. Kasus-kasus semacam ini akan bermunculan saat pendidikan dikelola dengan mekanisme pasar," kata Indra melalui keterangan tertulis, Selasa, 26 Maret 2024.
Indra menyebut saat ini pemerintah sekadar membuat kebijakan, lalu stakeholder pendidikan mesti mencari jalan sendiri mulai dari anggaran sampai implementasi. "Amerika yang negara liberal saja pendidikannya tidak dikelola dengan cara seperti ini. Kondisi ini sangat memprihatinkan,” tegas dia.
Indra menilai semua ini diawali dengan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang tidak dibuat berdasarkan kajian akademis. Hal itu, kata dia, terbukti sampai hari ini tidak ada naskah akademik dari program tersebut.
Dia menilai konversi 20 sks dalam MBKM melalui program magang mahasiswa menjadi pemicu baik bagi kampus maupun mahasiswa untuk mengikuti program magang di Jerman. “Sepertinya impian kita untuk mendapatkan bonus demografi akan tergantikan dengan bencana demografi," kata Indra.
Indra miris kelompok terpelajar bisa dijual dengan mudahnya seperti budak dan yang diduga menjual adalah institusi pendidikan yang harusnya memberikan bimbingan dan pendidikan bagi mahasiswa. "Ini ironis saat lembaga pendidikan justru menjerumuskan anak didiknya," tutur dia.
Dia mengungkapkan ada dua jenis tenaga kerja yang dicari di luar negeri. Pertama, tenaga-tenaga ahli yang sangat spesifik di mana orang lokal tidak mampu memenuhi kuota kebutuhan tenaga kerja bidang tersebut.
Kedua, adalah tenaga kerja kasar. Tenaga kerja kasar ini biasanya diisi oleh warga negara asing dan banyak yang ilegal karena izin kerjanya sulit didapat untuk pekerjaan yang memang tidak membutuhkan keterampilan khusus.
Indra mengakui dibandingkan dengan penghasilan bekerja di Indonesia
terlihat jauh sekali perbedaannya. Hanya di Indonesia, orang mau bekerja harus membayar dulu termasuk untuk urusan magang.
Dia menuturkan di negara lain orang bekerja untuk dibayar, sementara di sini orang terbiasa membayar pada pihak-pihak tertentu untuk diterima kerja.
“Seorang pengantar pizza di Amerika Serikat bisa mendapatkan penghasilan USD5.000 per bulan atau sekitar Rp75 juta. Ini pengalaman saya waktu tinggal disana. Tapi tidak ada manfaatnya bagi mahaiswa untuk magang sebagai pengantar pizza. Sepertinya agensi
yang diduga melakukan TPPO ini mencari model-model kerja kasar atau unskilled workers yang memang sangat dibutuhkan di sana," tutur dia.
Indra mengatakan pihak kampus paham situasi dan kondisi ini. Dia menyebut apabila kampus benar terlibat, secara fundamental ada yang keliru dalam tata kelola pendidikan.
Pendidikan yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 akan menempatkan pemerintah untuk melindungi segenap bangsa, mencerdaskan, mewujudkan kesejahteraan umum, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Pemerintah harus turut bertanggung jawsab dalam kasus ini.
“Saya rasa kita harus duduk bersama dan menata ulang sistem pendidikan Indonesia yang sesuai dengan dasar negara dan konstitusi. Kita butuh cetak biru pendidikan Indonesia yang benar-benar mencerdaskan bangsa. Semoga dengan kasus ini, fenomena ordal (orang dalam) bisa terhapuskan. Sistem pendidikan Indonesia tidak bisa dikelola dengan
mekanisme pasar," tegas Indra.
Baca juga: Dirjen Diktiristek Minta Seluruh Kampus Hentikan Ferienjob |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News