Ilustrasi/Medcom.id
Ilustrasi/Medcom.id

Mengenal Seismograf, Alat Pengukur dan Pencatat Gempa Bumi

Medcom • 03 Juni 2022 12:59
Jakarta:  Gempa bumi merupakan salah satu bencana alam yang kerap melanda Indonesia. Informasi mengenai bencana ini biasanya akan diumumkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melalui akun media sosialnya.  Dalam informasi tersebut, BMKG akan menyebut besaran gempa bumi dalam skala Richter.
 
Namun, pernahkah terlintas di benak Sobat Medcom, bagaimana cara mengukur kekuatan gempa bumi? Apa saja alat pengukur gempa bumi? Rupanya, kekuatan gempa bumi diukur menggunakan sebuah alat bernama seismograf. Ini merupakan perangkat kombinasi antara seismometer, alat pencatat waktu, dan alat perekam.
 
Melansir laman GoKampus, seismograf bekerja dengan merespons getaran pada bumi, kemudian menggambarkan datanya dalam bentuk seismogram. Data ini berfungsi mendeteksi lokasi dan karakterisasi gempa bumi, serta untuk mempelajari struktur internal bumi.


Sejarah seismograf


Prototipe dari seismometer pertama kali muncul di Tiongkok pada 132 SM. Matematikawan dari Dinasti Han, Chang Heng, memperkenalkan alat berupa bejana perunggu besar dengan diameter sekitar dua meter.

Dalam bejana tersebut, terdapat patung naga yang akan menjatuhkan bola jika terjadi gempa. Dengan alat ini, orang pada masa itu bisa menentukan dari arah mana gempa bumi terjadi.
 
Pada pertengahan abad ke-18, orang mulai menggunakan seismoskop. Alat ini terdiri dari sebuah kontainer sederhana berisi air atau air raksa yang akan bergerak naik-turun ketika terjadi gempa.
 
Barulah pada 1920-an, ilmuwan Amerika bernama Harry Wood dan John Anderson mulai mengembangkan seismograf modern. Alat ini lebih sensitif ketimbang pengukur gempa lainnya, sehingga banyak digunakan di seluruh dunia.


Cara kerja seismograf


Seismograf pada prinsipnya terdiri dari gantungan pemberat dan ujung lancip layaknya pensil. Susunan yang demikian akan mencatat gerakan bumi dalam seismogram. Melalui data ini, kekuatan dan arah gempa bisa diketahui.
 
Gelombang seismik yang terjadi selama gempa akan tergambar sebagai garis bergelombang pada seismogram. Kemudian, seismolog mengukur garis-garis ini dan menghitung besaran gempa.
 
Seismograf mulanya cuma bisa mendeteksi gerakan horizontal. Sebelum era digital, seismograf juga hanya dapat merekam data gempa pada film fotografi berukuran 16 milimeter.
 
Seiring berkembangnya teknologi, seismograf dapat merekam gerakan-gerakan vertikal dan lateral. Rekamannya pun menggunakan sebuah komputer dengan konverter analog ke digital dan tersambung ke internet. 
 
Kemampuan seismometer saat ini sudah meningkat jauh, sehingga bisa merekam getaran dalam jangkauan frekuensi yang cukup lebar. Alat seperti ini disebut sebagai seismometer broadband.


Skala pengukuran gempa


Dari seismogram yang dihasilkan, seismograf menggunakan skala Richter untuk menggambarkan besaran gempa. Skala Richter menggunakan logaritma, di mana setiap langkah pada skala menunjukkan kekuatan 10 kali lebih hebat dari pendahulunya.
 
Baca juga:  Inovasi UI, Energi Baru Terbarukan Berbahan Dasar Sampah Organik

 
Contohnya, gempa berkekuatan 5 skala richter memiliki kekuatan 10 kali dari gempa berkekuatan 4 skala Richter, dan 100 kali lebih kuat dari gempa berkekuatan 3 skala richter.
 
Demikianlah sekilas pembahasan mengenai seismograf yang merupakan alat pengukur gempa bumi. Semoga bermanfaat! (Nurisma Rahmatika)
 
Cek Berita terbaru dan Artikel menarik lainnya di Google News
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan