Produk yang kaya akan kandungan gizi ini, tidak hanya menawarkan manfaat kesehatan bagi masyarakat, tetapi juga membuka peluang baru bagi industri pangan dan farmasi. Ahli Gizi Universitas Airlangga (Unair), Lailatul Muniroh, menyebut Minyak Makan Merah (M3) memiliki beberapa kandungan bioaktif (fitonutrien) yang lebih unggul ketimbang minyak konvensional.
“Data dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) tahun 2022 menunjukkan bahwa M3 mengandung konsentrasi Karoten sebesar 753 ppm, Vitamin E sebesar 1016 ppm, dan Squalene sebesar 348 ppm, yang mana kandungan ini lebih tinggi dibandingkan dengan minyak lainnya,” beber Lailatul dikutip dari laman unair.ac.id, Selasa, 19 Maret 2024.
Lailatul menjelaskan Karoten berfungsi sebagai pro vitamin A dan antioksidan, memiliki peran vital dalam meningkatkan sistem imun serta kesehatan mata dan kulit. Selanjutnya, Vitamin E sebagai antioksidan, berkontribusi pada kesehatan jantung dan mendukung fungsi kekebalan tubuh.
Sementara itu, Squalene dikenal dengan manfaat antioksidan dan antiinflamasi. Ini berperan penting dalam kesehatan kulit dan imunitas tubuh.
Lailatul menyebut dengan kekayaan vitamin dan senyawa bioaktif, M3 tidak hanya menjadi pilihan minyak goreng yang lebih sehat saat memasak. Melainkan juga berpotensi sebagai pangan fungsional yang bermanfaat bagi kesehatan.
Dia menyarankan cara mengintegrasikan M3 ke dalam diet sehari-hari untuk memaksimalkan manfaat kesehatannya, termasuk penggunaan dalam menggoreng, menumis, memanggang, hingga sebagai salad dressing. Menurutnya, M3 berpotensi dimanfaatkan oleh industri pangan dan farmasi dalam memperkaya vitamin A dan pro vitamin A, dengan mengemasnya dalam bentuk enkapsulan sebagai suplemen atau multivitamin.
Lailatul menyebut M3 juga berpotensi mendukung perkembangan otak anak. Minyak Makan Merah diklaim memiliki kandungan nutrisi yang baik untuk anak-anak karena mengandung asam oleat dan asam linoleat, yaitu kelompok asam lemak omega-9 dan omega-6 yang penting untuk perkembangan otak anak.
“Asam oleat berperan dalam pembentukan membran sel otak, sementara asam linoleat merupakan komponen utama dalam pembentukan membran tersebut dan juga prekursor asam arakidonat, yang terlibat dalam transmisi sinyal seluler di otak," papar dia.
Lailatul mengatakan kedua asam lemak ini menyediakan bahan bakar untuk pembentukan membran sel otak dan mendukung fungsi sel normal otak. Dia menuturkan proses produksi M3 yang tidak melalui bleaching juga membawa dampak positif dan negatif.
Lailatul menilai proses ini mempertahankan kandungan beta karoten, vitamin E, squalene, dan senyawa bioaktif lainnya dengan kadar relatif tinggi.
“Ini berarti pengembangan M3 tidak hanya memenuhi kebutuhan pangan dan pangan fungsional tetapi juga mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor vitamin A dan E sintetis yang berkontribusi pada penghematan devisa dan perbaikan neraca perdagangan negara,” ungkap dia.
Sehingga, produksi M3 oleh koperasi petani sawit di sekitar perkebunan sawit rakyat memungkinkan masyarakat sekitar untuk mengakses produk ini dengan harga relatif terjangkau.
Meski begitu, produk M3 yang tidak melalui proses bleaching mungkin mengandung kontaminan lebih tinggi sehingga dapat memengaruhi kualitas dan keamanan produk akhir. Selain itu, M3 juga lebih rentan terhadap oksidasi yang dapat memperpendek umur simpannya.
Dia menyebut variabilitas dalam kualitas minyak mentah yang digunakan dalam produksi makanan juga dapat menyebabkan ketidakseragaman dalam produk akhir. Sehingga, hal ini menjadi tantangan bagi industri pangan yang membutuhkan konsistensi produk.
Baca juga: Pertama Kali, Indonesia Punya Pabrik Minyak Makan Merah |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News