Ilustrasi/Medcom
Ilustrasi/Medcom

Ambil Foto Pelari di Jalan? Tak Cuma Langgar Privasi, Tapi Juga UU ITE

Citra Larasati • 04 November 2025 16:20
Jakarta: Fotografi jalanan atau street fotografi sedang ramai diperbincangkan publik, utamanya di media sosial.  Hal itu seiring dengan meningkatnya minat masyarakat untuk berolahraga belakangan ini. 
 
Di satu sisi, tidak sedikit pelari yang ingin moment larinya diabadikan oleh fotografer jalanan. Namun di sisi lain, ada beberapa pelari yang merasa kegiatan fotografi jalanan tersebut mengganggu privasi mereka. 
 
Pasalnya, tangkapan foto-foto tersebut diunggah di pasar-pasar digital, yang memungkinkan siapapun untuk mengakses bahkan mengunduhnya dengan biaya tertentu.

Hal ini juga mencuri perhatian Sosiolog UGM, Elok Santi Jesica, S.Pd., MA.  Elok menjelaskan, pada prinsipnya fotografi di ruang publik sebenarnya bukan hal yang dilarang, karena dalam studi pada ruang urban, ruang publik merupakan hak warga dan semestinya bisa diakses secara demokratis untuk beberapa fungsi, misalnya untuk membangun komunitas.
 
Namun ketika objek yang dimaksud adalah orang lain dan dilakukan tanpa konsen maka hal ini rentan untuk melanggar hak privasi orang lain. “Jika hal ini dilakukan tanpa persetujuan atau izin (consent), kondisi ini rentan melanggar hak dan privasi dari orang yang dijadikan objek fotografi. Perampasan atas hak dan privasi ini menjadi lebih serius ketika fotografer kemudian menjual foto yang diproduksinya Artinya fotografer mengkodifikasikan foto-foto ini dan menjualnya untuk mendapatkan keuntungan, padahal belum tentu orang yang difoto menyetujuinya,” jelasnya kata Elok dikutip dari laman UGM, Selasa, 4 November 2025.
 
Ia pun menambahkan, menangkap orang lain sebagai objek fotografi seharusnya membutuhkan izin.  Bahkan izin penggunaan foto tersebut juga harus diinformasikan.
 
“Menjadikan orang lain sebagai objek fotografi harus mendapatkan izin dari yang bersangkutan. Meskipun sudah mendapatkan izin, peruntukan dan penggunaan foto juga perlu diinformasikan pada yang bersangkutan,” kata Elok.
 
Elok menyebutkan penggunaan foto tanpa izin dan sepengetahuan yang dipotret berpotensi melanggar Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi bisa menaungi hal ini. Lalu  terkait distribusi foto di platform media sosial maupun platform penjualan foto sebetulnya bisa terkait dengan pelanggaran UU ITE.
 
Meski belum ada undang-undang yang spesifik mengatur mengenai pengambilan foto orang lain tanpa izin sebagai bentuk pelanggaran privasi di Indonesia. “Di negara-negara lain hal ini sudah berlaku sejak lama, contohnya di Korea Selatan, mengambil foto orang lain tanpa izin dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran dan kekerasan seksual dengan hukuman pidana dan denda,” jelasnya.
 
Elok pun memberikan saran, jika ingin tetap melakukan praktik street photography diperlukan kehati-hatian dalam melakukannya. Tidak hanya street photography saja, namun segala jenis foto, video, dan perekaman data digital perlu dilakukan dengan persetujuan dan izin.
 
Peruntukan dan praktik distribusinya sendiri juga memerlukan persetujuan dan izin, misalnya untuk keperluan promosi lembaga atau jenama, lalu akan diunggah ke media sosial atau ke platform komersial lain. “Dengan adanya persetujuan, harapannya tidak ada hak-hak dari orang lain yang dilanggar,” terangnya. Terakhir, Elok mengingatkan bahwa masyarakat perlu memahami bahwa perekaman dan pendistribusian data di ruang digital memiliki konsekuensi dan serangkaian risiko. “Harapannya ke depan semoga kehati-hatian dan kesadaran akan risiko tetap mengiringi pilihan-pilihan dalam mengikuti trend yang ada di media sosial,” pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan