Pertama, Kurikulum 2013 atau kurikulum saat ini sangat tidak fleksible. Mengingat, saat ini terjadi pandemi covid-19.
“Dia (guru) tidak bisa memilih sekolah itu mau fokus di bagian mana dulu, karena sangat kaku dan tidak fleksibel,” kata Nadiem dalam Peluncuran Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar, Jumat, 11 Februari 2022.
Kemudian, materi pembelajaran di Kurikulum 2013 terlalu padat. Nadiem menuturkan hal itu kerap menjadi keluhan guru maupun peserta didik.
Padatnya materi membuat pembelajaran tidak maksimal. Akhirnya, materi yang ada tidak dapat diperdalam.
Lalu, Kurikulum 2013 kurang mampu mengakomodir kemampuan anak yang berbeda-beda. Selain itu, materi pembelajaran di kurikulum tersebut membosankan.
“Materi kita kadang-kadang membosankan, kurang beragam, sehingga guru tidak punya banyak toolkit untuk mengembangkan pembelajaran kontekstual,” kata dia.
Nadiem menutukan pemanfaatan teknologi digital dalam Kurikulum 2013 juga belum digunakan optimal untuk pembelajaran. Sedangkan, Kurikulum Merdeka kata Nadiem, justru memberikan inovasi di tengah keterbatasan akibat pandemi.
“Jadi, Kurikulum Merdeka itu adalah Kurikulum Darurat yang kita kembangkan supaya lebih optimal lagi, lebih fleksibel lagi,” ucap dia.
Nantinya, guru dapat menentukan model pengajaran. Guru dipersilakan memilih mengejar ketertinggalan dahulu atau mematangkan kompetensi anak-anak.
"Jadi, Kurikulum Merdeka itu adalah Kurikulum Darurat yang kita kembangkan supaya lebih optimal lagi. Jadi, kita fokus pada materi yang esensial," papar dia.
Pihaknya memberikan keleluasaan pada guru untuk menggunakan berbagai perangkat ajar sesuai kebutuhan dan karakteristek peserta didik. "Dan kita memberikan dukungan digital, suatu aplikasi Merdeka Mengajar, sebagai referensi bagi guru untuk terus mengembangkan praktik mengajar secara mandiri dan berbagi prektik baik," ujar Nadiem.
Baca: Nadiem Beberkan Keunggulan Kurikulum Merdeka
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News