Dua kebijakan yang terdampak pandemi covid-19, yaitu sistem akreditasi perguruan tinggi dan hak belajar tiga semester di luar prodi.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Tinggi Kemendikbud Nizam mengakui sistem akreditasi sempat terkendala pada awal pandemi. Penetapan pembatasan sosial skala besar (PSBB) dan anjuran bekerja dari rumah (WFH) membuat Kemendikbud tidak bisa menyambangi kampus untuk memberikan penilaian.
Tidak lama kemudian, ada inovasi agar pihak Kemendikbud untuk menggantikan kunjungan fisik dengan kunjungan virtual. Meskipun melalui virtual, Nizam memastikan penilaian akreditasi terhadap suatu kampus tetap dilakukan sesuai prosedur.
"Akreditasi itu kan sifatnya hampir otomatis. Jadi kalau sudah tidak ingin naik ke A, ya sudah, lihat indikator apakah jumlah mahasiswa dan masih baik. Selama itu tidak ada indikator penurunan signifikan, ya langsung otomatis," kata Nizam, dalam Newsmaker Medcom.id, Selasa, 8 Desember 2020.
Sementara untuk peningkatan akreditasi dari B ke akreditasi A, perguruan tinggi harus menyediakan dokumen yang isinya evaluasi atas kualitas perguruan tinggi atau program studi (prodi) yang ada. Evaluasi juga bisa dilakukan melalui daring.
"Evaluasi daring juga tidak masalah. Jadi lebih cepat," kata Nizam.
Kendala yang banyak ditemukan justru pada hak belajar tiga semester di luar prodi. Sebab berkaitan dengan magang. Pada pandemi covid-19, banyak perusahaan tidak membuka kesempatan magang sebagai dampak dari wabah virus covid-19.
Nizam tidak bisa berkata banyak. Dia mengakui peserta magang tahun ini jauh lebih sedikit dibandingkan kondisi normal sebelum pandemi covid-19.
"Kami tidak bisa memaksa dan industri juga tidak bisa menerima magang. Jadi, terpaksa ditunda pada tahun depan," kata Nizam.
Meski menemui kendala pada masa pandemi, Nizam menegaskan program masih ada yang tetap berjalan. "Bukan berarti magang tidak jalan saat ini. Masih jalan, tapi jumlahnya sangat berkurang," ucap dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News