Ilustrasi pistol. DOK Medcom
Ilustrasi pistol. DOK Medcom

Pakar UGM Sebut Penembakan PMI di Malaysia Berlebihan dan Melanggar HAM

Renatha Swasty • 04 Februari 2025 17:04
Jakarta: Sebanyak lima warga negara Indonesia (WNI) pekerja migran non prosedural menjadi korban penembakan di Malaysia dan satu di antaranya meninggal dunia. Pemerhati Hak Asasi Manusia Internasional dari Fisipol UGM, Dafri Agussalim, menilai tindakan aparat Malaysia berlebihan dan melanggar hukum internasional. 
 
“Tindakan aparat Malaysia tersebut bisa dikategorikan sebagai pelanggaran hukum internasional terutama soal HAM,” kata Dafri dikutip dari laman ugm.ac.id, Selasa, 4 Februari 2025.  
 
Dafri menekankan terkait kejadian ini pemerintah Indonesia tidak boleh hanya berhenti pada melayangkan protes resmi kepada Malaysia. Tetapi juga harus melakukan perbaikan sistemik di dalam negeri. 

“Seharusnya ini tidak hanya berhenti pada pemberian kompensasi dan penjatuhan hukuman nanti. Lebih dari itu, kedua negara harus membahas ulang mekanisme perlindungan pekerja migran agar kejadian serupa tidak terus berulang,” ujar dosen Departemen Hubungan Internasional itu. 
 
Dia juga menyoroti pentingnya revisi dan penegakan perjanjian bilateral terkait perlindungan tenaga kerja Indonesia di Malaysia. Menurutnya, di tingkat ASEAN sebenarnya sudah ada protokol yang mengatur perlindungan pekerja migran, tetapi implementasinya masih jauh dari harapan. 
 
“Banyak aturan yang sudah ada, tetapi dalam praktiknya tidak berjalan efektif. Masalah ini harus menjadi introspeksi bagi pemerintah Indonesia agar lebih serius dalam menangani arus migrasi ilegal,” kata dia. 
 
Dafri mendorong penyelesaian kasus ini bukan hanya parsial, melainkan harus dengan pendekatan sistematis yang mencakup aspek hukum, ekonomi, dan sosial. Negara tidak bisa hanya mendesak Malaysia tanpa membenahi masalah di dalam negeri. 
 
Dia mengatakan dengan kejadian ini Indonesia dihadapkan pada tugas besar, yakni menuntut keadilan bagi korban, membenahi kebijakan ketenagakerjaan, serta memperkuat perlindungan bagi pekerja migran agar tragedi serupa tidak terus berulang. “Ini bukan sekadar kasus penembakan, tetapi masalah besar yang mencerminkan kegagalan sistemik dalam pengelolaan tenaga kerja Indonesia. Berantas kejahatan ini hingga ke akar-akarnya dan bentuk hubungan bilateral yang jelas serta mampu melindungi warga negara,” jelas dia.
 
Baca juga: Fakta-fakta Sikap Pemerintah soal WNI Ditembak di Malaysia, 1 Tewas dan 4 Luka Berat 

Menurutnya, fenomena pekerja migran ilegal masuk ke negara Malaysia tidak hanya disebabkan oleh kebijakan pemerintah setempat. Tetapi juga karena kombinasi beberapa faktor, yakni faktor pendorong dari dalam negeri (push factor) dan faktor penarik dari negara tujuan (pull factor). 
 
“Salah satu faktor utamanya adalah kegagalan pemerintah Indonesia dalam menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai. Jika di dalam negeri tersedia pekerjaan dengan upah layak, maka masyarakat tidak akan mengambil risiko besar dengan bekerja secara ilegal di luar negeri,” tegas dia. 
 
Di sisi lain, Malaysia menjadi daya tarik bagi pekerja migran karena menawarkan pekerjaan dengan gaji lebih tinggi dibandingkan dengan di Indonesia. Kombinasi ini diperburuk dengan peran calo dan sindikat perdagangan tenaga kerja yang menjadi intermediary factor atau faktor ketiga dalam rantai migrasi ilegal. 
 
“Ini adalah kejahatan yang sebenarnya sudah lama diketahui. Namun, ada indikasi pembiaran atau ignorance dari negara,” kata dia. 
 
Dafri menuturkan pekerja migran non prosedural seringkali terjebak dalam skema perekrutan ilegal. Mereka dijanjikan pekerjaan layak, tetapi harus membayar sejumlah uang kepada calo di Indonesia maupun di Malaysia. 
 
“Rantai bisnis ini sangat panjang, banyak pihak yang mengambil keuntungan dari situasi ini. Sayangnya, hingga saat ini, Indonesia belum menunjukkan ketegasan dalam menindak jaringan percaloan ini,” tegas dia. 
 
Ia menggarisbawahi pemerintah Indonesia tidak bisa hanya bereaksi setelah terjadi penembakan. Upaya pencegahan serta penindakan terhadap jaringan yang memperdagangkan warna negara Indonesia menurutnya masih lemah dan hal tersebutlah yang harus segera diberantas.
 
Selain itu, ia menyoroti pentingnya peran pemerintah dalam menegakkan hukum dan melindungi warganya. Ia memberi perbandingan negara lain yang lebih kuat dalam mengelola ketenagakerjaan sehingga warganya tidak perlu mencari nafkah di luar negeri dengan cara-cara berisiko. 
 
“Pernahkah kita mendengar warga negara tetangga seperti Australia atau Singapura yang harus bekerja secara ilegal di negara lain? Tidak. Itu karena pemerintah mereka mampu menyediakan pekerjaan yang layak bagi warganya. Sementara di Indonesia, pekerja migran malah sering disebut ‘pahlawan devisa’, padahal seharusnya negara yang bertanggung jawab atas kesejahteraan mereka,” tutur dia. 
 
Sebelumnya, lima pekerja migran dari Indonesia ditembak oleh Agensi Penguatkuasa Maritim Malaysia di Perairan Tanjung Rhu, Selangor, Malaysia pada 24 Januari 2025. Penembakan melibatkan pekerja migrain yang berusaha keluar dari Malaysia menggunakan perahu.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan