Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohamad Nasir mengatakan dari tahun ke tahun Indonesia terus memperkecil selisih jumlah jurnal dengan Malaysia. "Empat tahun lalu selisih dengan Malaysia mencapai 20.000 jurnal," kata Nasir usai Acara Pemberian Penghargaan Sinta (Sinta Award) di Jakarta, Rabu malam, 4 Juli 2018.
Data Scopus menempatkan Malaysia di urutan pertama penghasil publikasi jurnal ilmiah di kawasan Asia tenggara, dengan 12.492 publikasi ilmiah per tahun. Disusul Indonesia pada peringkat kedua, dengan 12.233 publikasi ilmiah.
Sejumlah upaya terus dilakukan oleh Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi (kemenristekdikti) untuk mengejar Malaysia yang hanya terpaut 259 jurnal dengan Indonesia tersebut.
Scopus adalah pangkalan data pustaka atau literatur ilmiah yang dimiliki penerbit terkemuka dunia, Elsevier. Pangkalan data yang diperkenalkan sejak 2004 ini merupakan jurnal tertelaah sejawat di bidang sains, teknik, kedokteran, dan ilmu sosial (termasuk kesenian dan humaniora).
Publikasi ilmiah bereputasi internasional sebenarnya tidak hanya Scopus, terdapat indeks jurnal lain yang dapat digunakan, seperti Copernicus, Thomson, dan lain sebagainya. Namun Scopus merupakan salah satu indeks sitasi jurnal yang terbaik dan paling banyak diminati.
Selisih yang semakin menipis ini bukti ada kemajuan luar biasa publikasi di Indonesia dari sisi jumlah dan pertumbuhan dokumen. Namun Nasir berharap, bukan hanya kuantitas yang menjadi fokus Indonesia, melainkan juga kualitas dari jurnal itu sendiri perlu diperhatikan.
“Peningkatan ini adalah dampak dari kebijakan-kebijakan sebelumnya, yang telah ditetapkan untuk mendukung peningkatan publikasi dan jurnal,” kata Nasir.
Baca: Menristekdikti Raih Ganesa Prajamanggala Bakti Adiutama dari ITB
Menurut Mantan Rektor Terpilih Universitas Diponegoro (Undip) Semarang ini, kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh Kemenristekdikti di antaranya mewajibkan jurnal ilmiah bereputasi internasional sebagai salah satu syarat pada setiap kenaikan jabatan fungsional di perguruan tinggi. Seperti dosen, peneliti, guru, widyaiswara, perekayasa serta jabatan fungsional yang lain.
Persyaratan lain juga meliputi tunjangan kehormatan bagi jabatan guru besar dan lektor kepala sesuai dengan Peraturan Menristekdikti Nomor 20 Tahun 2017. “Artikel ilmiah juga menjadi salah satu persyaratan kelulusan bagi mahasiswa magister dan doktor, dalam standar nasional pendidikan tinggi,” sebut guru besar Fakultas Ekonomi Undip ini.
Nasir optimis, dari sisi jumlah dokumen dan pertumbuhan dokumen, Indonesia mampu meningkatkan kuantitas sekaligus kualitas jurnal ilmiah. “Publikasi ilmiah saat ini memegang peranan sangat penting sebagai bukti pertanggung jawaban ilmiah hasil penelitian sehingga dapat dikenal luas secara global,” ujar Nasir.
Berikut sejumlah instrumen pendukung kebijakan untuk meningkatkan jumlah jurnal ilmiah bereputasi nasional maupun internasional:
1. Shinta (Science and Technology Index) yaitu untuk mempermudah pendataan publikasi dari dosen, peneliti, institusi dan jurnal di Indonesia sehingga dapat diukur kinerjanya.
2. Arjuna (Akreditasi Jurnal Nasional) yaitu layanan pengajuan akreditasi jurnal ilmiah secara daring, sehingga mempercepat proses pengajuan dan penilaian jurnal ilmiah.
3. Garuda (Gerba Rujukan Digital) adalah layanan bagi dosen, peneliti dan mahasiswa untuk dapat mengakses seluruh dokumen lengkap jurnal yang terbit di Indonesia.
4. Rujukan (Rumah Jurnal Keilmuan) layanan pengelolaan aplikasi penerbitan jurnal secara elektronik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id