Penghargaan diserahkan langsung oleh Menteri Riset dan Teknologi (Menristek), Bambang Brodjonegoro di Gedung D Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Jakarta, Selasa 26 November 2019. Keempat perempuan tersebut adalah Ayu Savitri Nurinsiyah dari LIPI, Osi Arutanti dari LIPI, Swasmi Purwajanti dari BPPT dan Widiastuti Karim dari Universitas Udayana
Ketua Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO Kemendikbud, Arief Rachman mengatakan, bahwa dalam data UNESCO Institute for Statistics menyebutkan angka ilmuwan perempuan di dunia sains masih tergolong rendah.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
“L’Oreal UNESCO for Woman Science merupakan bentuk usaha L’Oreal dan UNESCO dalam memberdayakan kontribusi ilmuwan perempuan di dunia sains. Melalui program ini kami berharap dapat mendukung para ilmuwan perempuan untuk memberikan kontribusi nyata dalam mengembangkan masa depan yang lebih baik bagi bangsa Indonesia,” kata Arief di Gedung D Kemendikbud, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Selasa 26 November 2019.
Namun begitu, dari tahun ke tahun memperlihatkan peningkatan jumlah peneliti perempuan yang cukup signifikan. Pemerintah mendukung penuh peneliti dari kalangan perempuan terus bermunculan.
“Ada kemajuan dari 2015 yaitu perempuan peneliti itu 30,6 persen sekarang sudah 45,8 persen tahun 2018. Jadi ada kemajuan,” ujar Arief.
Dari segi jumlah peneliti di Indonesia masih tergolong rendah. Padahal peran dan manfaat peneliti sangat berarti di tengah masyarakat.
“UNESCO meneliti dari satu juta masyarakat Indonesia 89 di antaranya adalah ilmuwan laki-laki maupun perempuan. Ini harus diperbaiki sebab jumlah penduduk kita adalah 670 juta jiwa,” papar Arief.
Widiastuti Karim merupakan peneliti fungsi biologi green fluorescent protein (GFP) pada karang untuk mengatasi pemutihan karang. Sedangkan, Ayu Savitri Nurinsiyah melakukan penelitian terkait manfaat lender keong darat di Pulau Jawa.
Ada sembilan spesies keong darat yang kemudian diteliti terkait kandungan anti mikroba yang ampuh atau berkhasiat tinggi.
Sementara itu Osi Arutanti meneliti alternatif fotokatalis yang terjangkau, bisa direalisasikan, dan efisien yang dapat diaktivasi dengan tenaga surya sebagai solusi permasalahan lingkungan.
Begitu juga Swasmi Purwajanti, meneliti pemanfaatan lebih dari bittern (produk samping proses pembuatan garam) sebagai bahan baku pembuatan super nanoadsorben multi fungsi berbasis magnesium oksida. Fungsinya untuk mengatasi permasalahan penyediaan air bersih di Indonesia yang bebas kontaminan.
(CEU)