Berdasarkan penilaia PISA 2018, Indonesia mengalami penurunan peringkat dengan menduduki peringkat 72 dari 77. Sedangkan pada tahun 2015 lalu, Indonesia menempati posisi 63 dari 71 negara OECD.
Peringkat Indonesia di antara negara Asia Tenggara masuk OECD ini hanya sedikit lebih baik dari Filipina yang bercokol di posisi juru kunci 77. Sementara Thailand di peringkat ke-66, Brunei Darussalam di peringkat ke-59, Malaysia di peringkat ke-56.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Kalau saya menyebutnya cara belajar, yang mungkin bisa mengetahui apa yang kita perbaiki, harus kita bandingkan. Kalau kita tidak melihat dari luar apakah luar sekolah, luar mata pelajaran kita, baik luar negara kita. Inilah kunci kesuksesan belajar untuk mendapatkan perspektif. Sebanyak mungkin perspektif," kata Nadiem di Gedung Kemendikbud, Jakarta, Selasa, 3 Desember 2019.
Mantan bos Gojek ini menyebut, ada beberapa yang menjadi sorotan. Salah satunya soal persebaran sumber daya, banyak guru berkumpul di sekolah yang bereputasi baik.
"Ini yang mulai kelihatan. Pemerataan. Apa yang dimaksud pemerataan, jangan lupa bukan hanya pemerataan murid yang masuk di situ. Pemerataan guru, pemerataan kualitas guru, sumber daya resource masih jadi pekerjaan rumah kita," ujar pria 35 tahun ini.
Berdasar nilai rerata, terjadi penurunan nilai PISA Indonesia di seluruh kompetensi yang diujikan. Penurunan terlihat pada kompetensi membaca, dari 397 poin pada 2015 menjadi 371 poin di 2018, sementara rata-rata OECD 487.
Dalam kompetensi matematika menurun dari 386 poin di 2015 menjadi 379 poin di 2018 dari rata-rata OECD 489. Begitu juga untuk kompetensi sains dari 403 di 2015 menjadi 396 poin di 2018 berada di bawah rata-rata OECD yang mencapai 489
(CEU)