Penolakan itu terjadi karena, sebelumnya seluruh elemen kampus telah sepakat untuk tidak memberikan gelar kepada pejabat. Hal itu pun telah diputuskan di dalam rapat pleno UNJ.
Namun, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) tak mau ambil pusing terkait persoalan tersebut. Plt. Dirjen Diktiristek, Kemendikbudristek, Nizam menyebut pemberian gelar kehormatan itu merupakan otonomi perguruan tinggi.
"Kriteria untuk seseorang mendapat honoris causa itu sudah jelas. Itu ada peraturannya. Kalau di dalam kampus itu ada mekanisme yang sesuai dengan masing-masing kampus, yang menjadi bagian dari otonomi perguruan tinggi," Sebut Nizam di sela-sela mendampingi kunjungan kerja Mendikbudristek, Nadiem Makarim di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Kamis, 21 Oktober 2021.
Untuk itu, dia menyerahkan keputusan pemberian gelar honoris causa itu kepada UNJ. Dia pun menerangkan, terkait gelar doktor kehormatan honoris causa itupun bisa diatur lewat statuta perguruan tinggi.
"Masing-masing perguruan tinggi punya statuta. Jadi bisa lewat statuta," ungkapnya.
Dengan Catatan
Namun Nizam mengingatkan kepada UNJ, agar tetap berhati-hati dalam memberikan gelar honoris causa kepada seseorang, terutama pejabat. Menurutnya harus jelas prestasi orang yang akan diberi gelar kehormatan tersebut.Honoris causa, kata dia, dapat diberikan kepada seseorang yang punya prestasi serta kontribusi luar biasa pada pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya. Sehingga siapapun yang memenuhi kriteria itu, sangat bisa mendapatkan gelar kehormatan.
"Jadi tidak ada larangan. Yang kita inginkan kampus itu kompak ya artinya seluruh perguruan tinggi tata kelolanya kolegial di masyarakat perguruan tinggi. Jadi perlu diperlukan adalah kesepakatan internal perguruan tinggi itu yang penting," tegasnya.
Baca juga: UNJ Bakal Ubah Aturan Pemberian Gelar Kehormatan, Aliansi Dosen: Tetap Menolak
Seperti diberitakan di kanal Pendidikan Medcom.id sebelumnya, UNJ akhirnya mengeluarkan pernyataan terkait pemberian gelar doktor kehormatan kepada Wakil Presiden Ma'ruf Amin dan Menteri BUMN Erick Thohir. Rencana pemberian gelar ini menuai penolakan dari lingkungan sivitas akademika UNJ.
Rapat Pleno Senat Univetsitas pada tanggal 10 Maret 2021 telah menghasilkan ketentuan baru, di antaranya poin ke 3 dalam bab persyaratan yang terdapat dalam Pedoman Penganugerahan Gelar Doktor Kehormatan.
Ini menyatakan bahwa UNJ tidak memberikan gelar Dr HC kepada pejabat. Ini adalah aturan baru yang progresif.
Sebab, selama ini pemberian gelar Dr HC banyak diberikan kepada pejabat karena ada kepentingan pragmatis dan dijadikan instrumen transaksional antara elite kampus dan elite penguasa. Lebih dari itu, pemberian gelar Dr HC untuk pejabat juga telah merusak otonomi dan muruah universitas.
"Kami menilai, ngototnya UNJ mengubah pedoman yang telah diputuskan memperkuat analisis bahwa 'ada udang di balik batu'," ujarnya.
Aliansi Dosen UNJ menilai ada kepentingan nonakademik, seperti politik balas budi atau kepentingan materiil lainya di balik pemberian gelar kepada Wakil Presiden Mar'ruf Amin dan Menteri BUMN Erick Thohir.
"Jika gelar Dr HC itu diberikan kepada yang bukan pejabat atau mantan pejabat, tentu aturan itu tidak perlu diubah. Tidak dapat dibenarkan secara etik akademik mengubah aturan demi memberi gelar Doktor Honoris Causa kepada pejabat," tegasnya lagi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News