Inovasi ini masuk dalam Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Karsa Cipta (PKM-KC). Inovator aplikasi Glukosaw, Muhammad Haidar Alfathin, menjelaskan inspirasi pengembangan aplikasi ini bermula dari tren cuci darah pada kalangan muda akhir-akhir ini.
“Tren ini membuat saya prihatin. Apalagi, banyak teman-teman di sekitar saya yang mengonsumsi minuman manis tanpa tahu kandungan gula dari minuman tersebut,” kata Haidar dikutip dari laman Vokasi Kemdikbud, Jumat, 9 Agustus 2024.
Setelah diskusi dengan dosen pembimbing, ia dan timnya kemudian mengembangkan aplikas yang dapat memberikan edukasi kepada konsumen tentang kandungan gula dari produk yang ingin mereka konsumsi. Tim Glukosaw terdiri atas Muhammad Haidar A.F., Achmad Muchibin, Zulfa Rosya N.R., Aufaa Hamiidah, dan Fasya Namila T dengan dosen pembimbing Mardiyanto dan Afandi.
Pengembangan aplikasi ini menggunakan teknologi Optical Character Recognition (OCR) yang secara otomatis akan membaca dan menampilkan informasi kandungan gula dalam bentuk teks dan suara hanya dengan mengambil gambar tabel nilai gizi pada produk kemasan makanan atau minuman.
Fitur ini mengategorikan kandungan gula menjadi empat tingkatan, ditandai dengan huruf A hingga D. Kategori A menunjukkan produk tersebut aman dikonsumsi karena mengandung kurang dari 0,5 gram gula.
Kategori B berarti produk mengandung antara 0,5 hingga 6 gram gula, kategori C antara 6 hingga 12 gram, dan kategori D menunjukkan produk mengandung lebih dari 12 gram gula, yang sebaiknya tidak dikonsumsi berlebihan.
Pemberian label indikator gula ini telah disesuaikan dengan rekomendasi WHO dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), serta regulasi BPOM Nomor 1 Tahun 2022 dan BPOM Nomor 26 Tahun 2021. Di sisi lain, Kemenkes menyarankan konsumsi gula harian tidak boleh lebih dari 50 gram per hari atau setara dengan empat sendok makan.
Aplikasi juga memberikan peringatan tambahan melalui getaran dan suara. Ketika kandungan gula dikategorikan dengan huruf C atau D, aplikasi akan memberikan peringatan berupa getaran dan peringatan suara melalui fitur Text-to-Speech.
Fitur ini memanfaatkan teknologi AI untuk menganalisis informasi secara akurat dan menyampaikannya dalam bahasa yang mudah dipahami oleh pengguna. Fitur getaran dan suara ini dirancang untuk memberikan peringatan cepat dan intuitif kepada pengguna mengenai kadar gula yang tinggi supaya dapat membantu pengguna yang memiliki gangguan penglihatan.
Dokter Poliklinik Politeknik Negeri Semarang, Rahmi Handayani, mengatakan aplikasi ini sangat bermanfaat bagi masyarakat yang selama ini masih kebingungan dalam membaca label nilai gizi. Menurutnya, hasil yang ditampilkan juga sudah sesuai dan mudah dipahami.
“Aplikasi ini membantu sekali. Apalagi, banyak makanan atau minuman kemasan itu yang kandungan gulanya tinggi jadi ini merupakan langkah yang baik agar masyarakat lebih mudah menjaga asupan gula sehari-hari,” ujar Rahmi.
Mardiyono, selaku dosen pembimbing berharap aplikasi ini dapat memberikan kemudahan bagi konsumen. Terutama, bagi penderita diabetes dalam memantau asupan gula mereka sehari-hari.
“Kami percaya bahwa teknologi dapat menjadi alat yang efektif dalam mendukung kesehatan masyarakat,” ujar Mardiyono.
Aplikasi ini juga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjaga pola asupan gula harian dengan mengonsumsi produk yang lebih sehat (kandungan gula yang aman untuk kesehatan). Aplikasi ini juga mendorong produsen minuman untuk turut berkontribusi dalam menjaga keseimbangan asupan gula melalui produk-produk yang lebih sehat.
“Inovasi ini merupakan wujud komitmen mahasiswa Polines dalam mendukung kesehatan masyarakat melalui pemanfaatan teknologi terbarukan,” kata Mardiyono.
Baca juga: Ramai Anak Cuci Darah, Ini 5 Tips Dokter Anak untuk Cegah Kerusakan Ginjal |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News