"Seperti sekarang kan dunia begitu terbuka datanya, seperti Anda kalau punya ponsel biasanya banyak dihubungi oleh pihak bank, oleh penyedia jasa pinjaman, jasa asuransi, macam-macam banyak," kata Jamhari kepada Medcom.id, Selasa, 4 Februari 2020.
Menurutnya, data pribadi seseorang juga kian mudah dicuri di era digital ini. Mulai dari dat nomor telepon, e-mail, data Facebook yang bocor, lalu bisa dengan mudah menghubungi dosen maupun peneliti.
Dengan begitu, tindak tanduk jurnal predator dinilai semakin bahaya sekali. Dengan fleksibilitasnya di dunia maya, oknum tersebut juga semakin bergerak masif.
Sebagai pengamat pendidikan tinggi, Jamhari melihat oknum jurnal predator kerap menawarkan kemudahan untuk penerbitan. Mereka mampu membaca kebutuhan para peneliti.
"Jadi sekarang ada demand yang tinggi, ilmuwan, dosen peneliti harus menerbitkan jurnalnya di jurnal internasional. Nah mereka menyambut demand ini dengan jurnal yang abal-abal itu sebagai predator yang tidak jelas kriterianya, tidak jelas siapa institusinya, tidak jelas siapa yang pakai penelitian," jelas dia.
Yang jelas, kata Jamhari, mereka terus mencari korban, dosen maupun peneliti yang membutuhkan penerbitan jurnal. Dengan iming-iming penerbitan yang kilat dengan membayarkan sejumlah uang.
"Jelas mereka mencari korban yang butuh penerbitan jurnal, mau membayar sejumlah uang kemudian diterbitkan. Dengan begitu diterbitkan tapi enggak ada yang baca. Ya kasihan sekali," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id