“Kekerasan verbal memang paling banyak, karena ini pun dari pengakuan anak di media sosialnya,” kata Retno dalam Webinar Rangkul Keluarga Cegah Kekerasan, Rabu, 22 Juli 2020.
Permasalahan selanjutnya adalah terjadi kekerasan anak di lingkungan keluarga selama pandemi. Retno menyebut, banyak anak menyampaikan kegaulannya tersebut di media sosial.
“Bahkan anak berpotensi kuat bergabung dengan grup medsos yang tidak terkontrol,” kata dia.
Hal tersebut bisa mengakibatkan anak menjadi korban eksploitasi dalam grup di media sosial tersebut. “Anak rawan dieskploitasi, dan bahakan juga di grup itu bisa muncul konten pornografi,” ungkapnya
Baca juga: Komisi X: Pengunduran Diri NU dan Muhammadiyah Jangan Dianggap Remeh
Retno menyebutkan, ada faktor lain yang memengaruhi kesehatan jiwa anak selama pandemi. Yakni minimnya fasilitas pendukung pembelajaran daring. “Fasilitas yang minim mengakibatkan anak-anak tidak terlayani, anak-anak stres tidak terlayani saat pembelajaran jarak jauh,” kata Retno.
Efeknya, lanjut Retno, akan muncul beberapa kasus, seperti anak tidak naik kelas. Hal ini terjadi, siswa terpaksa tidak naik kelas, lantaran tidak pernah hadir saat pembelajaran daring. Padahal hal itu terjadi karena sang anak tidak mempunyai gawai dan akses internet.
“Ini kan namanya kekerasan yang dilakukan sekolah. Kemudian ketidakmampuan anak belajar secara mandiri, apalagi ketika orang tuanya mulai kerja,” terangnya.
Untuk itu, kata Retno, mestinya ada pengaturan tanggung jawab antara orang tua (suami istri). Sehingga orang tua tetap hadir mendampingi anak belajar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News