"Kalau benar bahwa motif bunuh diri ananda adalah karena frustasi belajar jarak jauh selama pandemi, maka ini merupakan korban Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) kedua," kata Komisioner Bidang Pendidikan KPAI, Retno Listyarti kepada Medcom.id, Senin, 19 Oktober 2020.
'Korban' pertama PJJ, kata Retno, yakni seorang anak berusia delapan tahun di Lebak, Banten. Ia meninggal diduga dianiaya orang tua akibat stres mendampingi sang anak belajar di rumah.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Untuk peristiwa di Gowa, Retno masih menunggu pendalaman dari pihak kepolisian. KPAI berharap polisi segera bisa menyingkap tabir kasus bunuh diri siswi SMA tersebut.
"KPAI mengapresiasi pihak kepolisian Polres Gowa yang bertindak cepat dan masih terus mendalami apakah ada motif lain, disamping permasalahan PJJ secara daring dan beratnya tugas-tugas yang harus diselesaikan anak korban," ungkap Retno.
Baca: Siswi Bunuh Diri Diduga Depresi Belajar Daring, Kemendikbud Didesak Berbenah
Kasus ini mesti diungkap benderang. Sebab, jika terbukti motif bunuh diri karena masalah PJJ, maka perlu dilakukan evaluasi secara menyeluruh mekanisme belajar daring di Gowa, baik oleh dinas pendidikan dan pemerintah daerah, sesuai kewenangannya.
MI diduga bunuh diri dengan meminum racun lantaran beban tugas daring dari sekolahnya. Kasat Reskrim Polres Gowa AKP Jufri menyebut, korban bunuh diri diduga akibat depresi dengan banyaknya tugas-tugas daring dari sekolahnya.
Hal ini diperkuat dengan keterangan teman korban yang menyatakan bahwa korban kerap bercerita perihal sulitnya akses internet di kampungnya. Akhirnya, tugas-tugas daringnya menumpuk dan korban tidak bisa menyelesaikan tugas tersebut. Secara geografis, kediaman MI berada di wilayah pengunungan, sehingga akses sinyal menjadi sulit.
(AGA)