Bedah buku Perspektif Komunikasi, Media Digital, dan Dinamika Budaya: Era Digital, Media Sosial, dan Perubahan Budaya. Foto: Dok ATVI
Bedah buku Perspektif Komunikasi, Media Digital, dan Dinamika Budaya: Era Digital, Media Sosial, dan Perubahan Budaya. Foto: Dok ATVI

Paradoks Era Digital: Akses Informasi Luas, Kebiasaan Membaca Lemah

Medcom • 19 Mei 2023 08:26
Jakarta: Era digital menimbulkan paradoks yang cukup lebar. Di satu sisi akses untuk beragam informasi terbuka luas. Namun, di saat bersamaan, semangat dan kebiasaan membaca masyarakat justru sangat lemah.
 
"Ini diperparah dengan intervensi media televisi yang menawarkan beragam acara dan dapat dilihat di berbagai platform via ponsel," ujar ahli komunikasi yang juga dosen Akademi Televisi Indonesia (ATVI) Eduard Depari saat membedah buku Perspektif Komunikasi, Media Digital, dan Dinamika Budaya: Era Digital, Media Sosial, dan Perubahan Budaya, melalui keterangan tertulis, Jumat, 19 Mei 2023.
 
Era digital membuat polarisasi di masyarakat semakin tajam. Hal ini disebabkan peran media sosial yang tidak terkendali.
Dia menekankan pentingnya literasi membaca, yaitu bagaimana kemampuan mengendalikan informasi. Menurut dia, lemahnya kebiasaan membaca akan menumpulkan kemampuan berpikir kritis. 
 
"Karena ketidakmampuan berfikir kritis itu  mengakibatkan ketidakmampuan membedakan fakta, opini, hoaks, dan informasi yang menyesatkan," kata Eduard.
 
Dosen Jurusan Desain Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof Yasraf Amir Piliang melihat aspek budaya dalam konteks perkembangan media digital. Dia menyebutkan buku yang dibedah ini mengulas banyak dimensi media digital.
 
"Keresahan buku ini adalah proses digitalisasi," kata Yasraf.
 
Yasraf melihat banyak sisi soal era digital saat ini. Misalnya, bagaimana perbedaan antara media mainstream lama dengan media digital yang lebih praktis. Bahkan, dengan perkembangan terakhir yang mencerminkan multikomunikasi, siapa pun bisa membuat konten dan menilai konten lain melalui media digital.
 
Dimensi budaya yang nyata terasa saat ini, lanjut Yasraf, misalnya sebelumnya kita menganggap bahwa kehidupan itu bagaikan waktu kronologis yang dilukiskan dari babakan masa lalu, masa kini, dan masa depan. Tetapi saat ini beralih pada waktu chronoscopic, tidak lagi kronologis. 
 
"Jadi, sifat chronoscopic yaitu kita bisa berkomunikasi (atau hidup) di satu tempat yang sama (di layar TV/Komputer) meski tempatnya berjauhan, bahkan lintas negara," kata dia. 
 

Serbacepat dan singkat

Perubahan budaya berkomunikasi saat ini pun, lanjut Yasraf, mengubah sikap dan persepsi manusia tentang dimensi kehudupan. Dia menggarisbawahi bagaimana perubahan cara berkomunikasi yang menyangkat tulisan dalam aplikasi WhatsApp (WA) atau Twitter. Di WA atau Twitter, hampir semua dilakukan dengan mempersingkat kata. 
 
"Jangan-jangan lama kelamaan orang ingin membuat skripsi, tesis, ataupun disertasi dengan singkat saja," kata Yasraf.
 
Dia juga melihat dimensi lain dari pola komunikasi melalui pesan di media sosial. Bukan lagi mementingkan konten yang komunikatif dan baik, tapi bagaimana konten pesan itu segera dibalas. 
 
"Jadi yang penting itu membalas apa saja, bukan memperhatikan pesan yang sebetulnya sangat pokok," ujar Yasraf.
 
Baca: Gawat! Di Indonesia, Hanya 1 dari 1.000 Orang yang Rajin Membaca
 
Editor buku ini, Suradi, menjelaskan latar belakang dan proses kreatif lahirnya buku tersebut. Menurut dia, buku  ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi para dosen ATVI untuk menuangkan pemikiran dan keahliannya.
 
"Yang biasanya diberikan kepada mahasiswa dalam perkuliahan, kini dituangkan ke dalam buku agar bisa dipelajari lebih luas," kata Suradi.
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id

(UWA)




LEAVE A COMMENT
LOADING
social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif