Di balik keberhasilan peluncuran satelit multifungsi pertama milik Pemerintah Indonesia itu ada andil dari Adipratnia Satwika Asmady. Perempuan yang akrab disapa Nia ini memegang tanggung jawab sebagai Project Manager di PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) untuk pembuatan SATRIA-1 dan pada peluncurannya ia mengemban tugas sebagai Customer Project Launch Director di SpaceX.
Nia menceritakan detik-detik saat melepas SATRIA-1 terbang, meluncur meninggalkan bumi ke angkasa. Rupanya, meski berada di lokasi yang sama, ia tak bisa melihat langsung SATRIA-1 meluncur dibawa oleh roket Falcon-9 milik SpaceX.
Perempuan kelahiran 1993 itu ditempatkan di fasilitas ruang kontrol panel yang tertutup karena posisinya sebagai pembuat keputusan untuk terbang atau tidaknya satelit tersebut.
Nia merasakan emosi bercampur aduk saat akhirnya mengetahui SATRIA-1 telah benar-benar meninggalkan bumi untuk memulai perjalanan baru menuju orbitnya ke 163 Bujur Timur (BT).
"Berawal dari rancangan di kertas dan diskusi-diskusi dan akhirnya menjadi sesuatu yang kita kirim ke luar angkasa, dengan harapan nantinya bisa membawa makna untuk orang-orang yang paling membutuhkan. Ini yang membuat aku mixed emotion, senang, excited, dan bangga," kenang Nia dikutip dari laman Antara, Jumat, 7 Juli 2023.
Perasaan itu wajar karena perjalanan menghadirkan SATRIA-1 mengalami pasang surut proses perjuangan yang begitu besar. Dikerjakan sejak 2019, perjalanan pembuatan SATRIA-1 sudah melewati beberapa momen penting secara global dan tantangan terbesar di tengah pandemi covid-19.
Hambatan dalam berkomunikasi untuk diskusi dan merealisasikan rancangan sebagai bentuk fisik satelit menjadi salah satu faktor yang sangat berperan penting. Mengingat, pembuatan SATRIA-1 dikerjakan lintas negara.
Sebagai Insinyur Sistem Satelit di PSN, Nia telah memiliki bekal dengan banyak ilmu penting tentang satelit untuk setiap komponen. Beberapa komponen penting mulai dari sistem tenaga penggerak (propulsion system), sistem komunikasi, hingga sistem suhu (thermal) semuanya harus Nia kuasai secara umum.
Hal itu menjadi kunci sebagai jembatan perwakilan Indonesia dan pihak ketiga lainnya dalam merealisasikan SATRIA-1 dengan tepat, sesuai rancangan yang ditetapkan.
"Dalam mengambil keputusan untuk proyek manufacturing satelit itu, memang harus sangat hati-hati. Karena satelit setelah diluncurkan tidak akan bisa diperbaiki kembali. Jadi banyak keputusan yang diambil secara detail," beber dia.
Nia tekun menjalani tanggung jawabnya mengorganisir pembuatan fisik SATRIA-1 ditemani lagu penyemangatnya "Heated" dan "Cuff It" karya penyayi populer Beyonce.
Ketika satelit telah terbangun utuh dalam bentuk fisik, tugasnya tak berhenti sampai di situ. Nia justru harus semakin waspada dan siaga untuk proses uji coba memastikan infrastruktur telekomunikasi itu telah berfungsi dengan optimal sebelum diluncurkan.
Salah satu uji coba yang memakan waktu ialah uji coba sistem thermal. Pengujian ini diperlukan untuk menyiapkan satelit bisa tetap beroperasi di luar angkasa dengan kondisi suhu ekstrem, baik di suhu dingin maupun panas.
Berbeda dengan orang yang bervakansi di momen akhir 2022, Nia dan timnya harus berjaga 24/7 menantikan uji coba tersebut hingga mendapatkan hasil yang memuaskan.
"Kita itu 24 jam harus stand by, kadang harus teleconference jam 10 malam dan kita harus reaktif untuk itu. Tim dari Thales (manufaktur SATRIA-1) juga 24 jam di situ, proses ini sangat mendebarkan karena kalau ada masalah akan terlihat di uji coba ini," ujar Nia.
Perjuangan Nia dan tim berbuah manis hingga akhirnya SATRIA-1 telah menuju orbit di luar angkasa. Tugas Nia saat ini tinggal menantikan satelit berlabuh dan menunaikan fungsinya memancarkan jaringan internet untuk menjangkau pelosok-pelosok Indonesia dan memberikan kesetaraan akses digital.
Masa lalu, masa kini, dan masa depan
Untuk berada di jalur kariernya sebagai Insinyur Sistem Satelit di tempatnya bekerja sekarang, Nia mengaku jalannya menempuh pendidikan terbilang mulus.
Bermula dari ketertarikannya pada fenomena alam di bangku sekolah dasar, berlanjut membawanya mengambil jurusan Ilmu Pengetahuan Alam yang menimbulkan kecintaannya pada matematika dan fisika di bangku sekolah menengah atas.
Pengaruh ayahnya yang juga berprofesi sebagai insiyur membuat wanita berzodiak Virgo ini akhirnya semakin tertarik dengan jurusan teknik.
Dengan dukungan dari keluarga saat menuju pendidikan tinggi, ia mantap merantau ke Amerika Serikat dan menimba ilmu dengan jurusan teknik kedirgantaraan atau dikenal sebagai Aerospace Engineering di California Polytechnic State University.
Nia mengaku tidak terlalu memusingkan soal industri yang akan diembannya didominasi oleh pria. Justru, posisinya sebagai perempuan membawa tantangan dan keunggulan tersendiri di industri luar angkasa.
"Menjadi wanita itu keunggulan, karena wanita punya kepekaan yang lebih baik dan memiliki kemampuan membangun unsur humanis dan dapat membangun semangat untuk timnya saat bekerja," kata Nia.
Nia bersyukur mendapatkan lingkungan kerja yang mendukung generasi muda untuk berkembang. Sebagai perusahaan pertamanya sejak meniti karier, PT Pasifik Satelit Nusantara memberikan peluang baginya mengerjakan proyek strategis nasional yang bermanfaat bagi banyak warga negara Indonesia.
Sembari menjalankan pemantauan dan supervisi pada SATRIA-1 yang saat ini menuju orbit, Nia menantikan proyek satelit lainnya. Misalnya, pemanfaatan Internet of Things (IoT) yang bisa menjadi solusi baru lain bagi masyarakat Indonesia.
Dia berharap ke depan semakin banyak generasi muda, khususnya perempuan tak takut mencoba jurusan teknik kedirgantaraan. Menurutnya, dengan kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan, potensi pengembangan produk luar angkasa seperti satelit semakin dibutuhkan untuk menjadi solusi bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan.
"Percaya diri saja, be confident. Berani untuk keluar dari comfort zone. Karena menjadi wanita di bidang yang banyak laki-lakinya, bukanlah kekurangan tapi suatu keunggulan," kata dia.
Nia juga berharap sistem pendidikan yang saat ini mendukung karier untuk industri luar angkasa bisa lebih berkembang dengan menghadirkan kelas pemikiran kritis atau critical thinking. Sehingga, bisa lebih banyak tercipta insinyur dan pemberi solusi asal Indonesia untuk mengembangkan industri luar angkasa lebih andal di masa mendatang.
Baca juga: Kenalan dengan Satelit Terbesar di Asia Milik Indonesia, SATRIA-1 |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News