Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengingatkan jika seleksi harus dilakukan dengan tepat. Guru-guru mesti dilihat pengalamannya dalam mengajar.
"Harapan Saya tentunya dari setiap rekrutmen itu di rekrut orang yang tepat, kalau honorer adalah honorer yang lama mengabdi. Bukan siluman-siluman guru honorer yang tiba-tiba muncul. Nanti urusan guru honorer tidak akan selesai-selesai," kata Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, Unifah Rosyidi dalam siaran langsung Instagram osc_medcom, Rabu, 25 November 2020.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Artinya, seleksi tidak boleh hanya melihat unsur kamampuan akademis guru. Namun juga pengalaman guru dan bakti guru harus turut menjadi pertimbangan.
"Bahwa ketika saat tes tidak serta merta hanya tes akademik satu-satunya. Ada tes lain yang bisa mengukur integritas dan komitmen guru itu sendiri," sambung Unifah.
Baca juga: Satu Juta Guru Honorer Bakal Diangkat PPPK, Seleksi Dimulai 2021
Menurutnya, kapabilitas dan pengalaman lebih condong dimiliki guru yang berumur 35 tahun ke atas. Untuk itu, PGRI meminta Kemendikbud memberikan prioritas kepada guru berpengalaman tersebut.
"Sehingga negara memberikan penghormatan pada mereka. Menghargai wisdom honorer setempat yang sudah tahu situasi setempat dan menguntungkan bagi daerah tersebut. Pengetahuan oke, tapi tes mengajar, tes dedikasi, komitmen dan kecintaan itu sebenarnya roh seorang guru," terangnya.
Kemudian guru-guru yang lolos tetap harus diberikan pelatihan. Menurutnya di sanalah pengembangan akademis guru dilakukan dengan baik.
"Karena itu sudah menjadi hak mereka mendapatkan pelatihan. Dan kewajiban guru harus punya keinginan diri untuk meningkatkan diri. Jadi hal ini tidak bisa disepelekan," pungkasnya.
(CEU)