Tim yang mayoritas diisi pemain muda ini memberikan harapan baru bagi prestasi sepak bola Indonesia di kancah internasional mengingat sejumlah event bergengsi sudah menanti, sebut saja piala AFF U-23 yang akan digelar awal Februari, SEA Games, dan juga gelaran piala Asia.
Mengejutkan, Asnawi Mangkualam dkk menjadi tim paling produktif selama gelaran piala AFF dengan menorehkan 20 gol, di atas Thailand yang mengemas 18 gol. Namun sayangnya, timnas menjadi tim paling banyak dibobol lawan. Total, ada 14 gol bersarang di gawang Indonesia, cukup jauh jika dibandingkan dengan Thailand yang hanya dibobol 3 kali, 2 gol di antaranya saat melawan Indonesia.
Selain rapuhnya lini belakang yang dianggap menjadi biang mudahnya timnas Indonesia kebobolan, ketajaman lini depan Indonesia juga menjadi catatan serius. Betapa tidak, torehan 20 gol timnas lebih banyak disumbangkan oleh pemain yang bukan berposisi sebagai striker murni, hanya Ezra Walian yang membukukan dua gol meskipun hampir selalu mendapatkan kesempatan bermain selama turnamen paling bergensi se-Asia Tenggara ini.
Selebihnya, gol-gol timnas ditorehkan pemain gelandang dan pemain belakang, bahkan top skorer timnas pun ditempati oleh Irfan Jaya yang berposisi sebagai penyerang sayap dengan torehan tiga gol.
Tumpulnya lini depan timnas juga dikeluhkan Shin Tae-yong dengan mengkritisi adanya andil klub-klub di Liga Indonesia yang terbiasa menggunakan tenaga pemain asing, salah satunya posisi striker. Akibatnya, pemain-pemain lokal tidak mendapatkan kesempatan berkembang. Pada Piala AFF ini, Shin Tae-yong membawa empat striker yaitu Ezra Walian, Kushedya Yudo, Dedik Setiawan serta Hanis Saghara yang di klub asal mereka pun kurang mendapatkan menit bermain karena kalah bersaing dengan pemain asing.
Regulasi pemain timnas di liga memang menjadi biang keladi kurangnya jam terbang dan munculnya bakat-bakat untuk timnas. Persatuan sepak bola seluruh Indoenesia hingga kini masih memperbolehkan klub di liga menggunakan tenaga asing 3 plus 1, yaitu 3 pemain asing non Asia dan 1 pemain Asia. Regulasi inilah yang dimanfaatkan oleh klub liga Indonesia berlomba-lomba memburu pemain asing untuk memberikan jaminan klubnya lebih kompetitif.
Dominasi pemain asing paling mudah dilihat dari daftar top skor liga Indonesia yang mayoritas ditempati oleh legiun asing. Bukan hanya di Liga 1 sebagai liga kasta tertinggi, bahkan top skorer di Liga 2 pun didominasi striker impor. Ironisnya, kondisi ini tidak berubah dari tahun ke tahun dan dari rezim ke rezim pengurus PSSI.
PSSI, ya induk sepak bola Indonesia inilah yang menentukan regulasi kompetisi Sejatinya, regulasi penggunaan pemain asing adalah untuk meningkatkan mutu kompetisi, transfer knowledge, tapi tentu saja bukan untuk mematikan potensi pemain lokal. Semoga PSSI di bawah Mochamad Iriawan serius melihat persoalan ini dan membuat terobosan yang lebih produktif demi berkembangnya kompetisi dan tentu saja prestasi Timnas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News