Sejak gelaran MotoGP Australia di 2010, tim pabrikan Honda dan Yamaha selalu mendominasi jalannya balapan. Mereka selalu tampil sebagai pemenang di tiap seri balapan, hingga pada akhirnya rekor tersebut dipatahkan Andrea Iannone yang membawa Ducati merebut podium utama pada GP Austria di tahun 2016.
Nah di musim lalu, giliran Suzuki yang mencoreng dominasi Yamaha dan Honda usai Maverick Vinales memenangi GP Inggris. Itu menjadi kemenangan pertama Suzuki sejak 2007 atau sejak 2001 jika dikerucutkan hanya balapan kering.
Prestasi Suzuki ini pantas mendapat apresiasi. Sebab, tim pabrikan asal Jepang itu baru memasuki tahun keduanya tampil di MotoGP setelah bertahun-tahun absen.
Lantas, apa yang membuat tim kecil seperti Suzuki bisa membuat gebrakan sebesar itu? Manajer tim Suzuki, Davide Brivio coba memberikan bocoran strategi yang diusung timnya.
"Kami adalah tim pabrikan yang lebih kecil dan memiliki sumber daya yang lebih kecil jika dibandingkan dengan tim pabrikan yang lainnya. Tapi, saya rasa kami memiliki para mekanik yang pintar. Itu satu poin," ujar Brivio.
"Anda harus mencoba kreatif. Salah satunya ketika memilih pembalap. Ketika kami memilih Maverick (Vinales), banyak orang mengatakan itu terlalu dini karena ia baru satu musim di Moto2. Kami dinilai telah melakukan kesalahan Juga ketika kami menunjuk Aleix (Espargaro)," lanjutnya.
Brivio menilai, timnya tidak sembarangan ketika menunjuk Vinales sebagai pembalap. Pria yang sempat bekerja sama dengan Valentino Rossi di Yamaha ini mengakui, keputusan mereka memilih Vinales dan Espargaro tak hanya berdasarkan bakat, tapi juga motivasi mereka sebagai pembalap muda.

(Davide Brivio saat berdiskusi dengan Maverick Vinales. Foto: https://img.speedweek.com)
Dan keputusan Suzuki terbukti tidak salah. Vinales hanya butuh satu musim untuk beradaptasi dan kemudian tampil gemilang pada musim keduanya di mana ia konsisten bersaing di papan atas dan mengakhiri musim di posisi empat klasemen pembalap. Penampilan Espargaro juga cukup baik di mana ia mampu bertengger di papan tengah (posisi 11 klasemen akhir pembalap).
"Salah satu tantangan lain yang menurut saya cukup berhasil adalah ketika merekrut Aleix yang sebelumnya hanya bekerja untuk tim privat, namun ia siap untuk bergabung dengan tim pabrikan. Jadi, kami hanya mencoba untuk berbeda (dari tim lain)," imbuhnya.
Baca juga: Hasil Buruk Tes Resmi di Australia, Rossi Kecewa dengan Ban
Di musim ini, Suzuki kembali mencoba kreatif. Mereka menunjuk Andrea Iannone untuk menggantikan posisi Maverick Vinales yang direkrut Yamaha. Sementara untuk pendampingnya, Suzuki memberikan kepercayaan pada pembalap muda, Alex Rins yang musim lalu menempati posisi tiga klasemen akhir pembalap Moto2 untuk menggantikan posisi Aleix Espargaro.
"Soal perekrutan Alex (Rins), kami hanya mencoba kreatif. Saya pikir, cukup menarik untuk berinvestasi pada pembalap muda yang punya potensi jadi pembalap top dan membantunya berkembang," lanjut Brivio.
"Mungkin kami akan kesulitan menjalani musim ini (2017). Tapi jika kami mampu melakukan pekerjaan dengan baik, kami bisa memiliki pembalap hebat dalam beberapa tahun ke depan. Inilah tantanganya. Anda harus kreatif," tandasnya.
Secara singkat, strategi yang diusung Suzuki untuk MotoGP 2017 adalah; mengandalkan pengalaman Iannone untuk bersaing di garis depan, sedangkan Alex Rins disiapkan sebagai pembalap masa depan mereka.
Video: ?Anthony Davis Raih Gelar MVP NBA All Stars 2017
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News