Insiden maut tersebut bukan disebabkan oleh ricuh antarsuporter karena pendukung Persebaya selaku tim tamu memang tidak diperbolehkan hadir menonton laga. Korban jadi banyak berjatuhan lantaran kesulitan keluar stadion ketika dilakukan penanganan keamanan dan ketertiban.
Berdasarkan rekaman video yang beredar di berbagai media, sejumlah suporter Arema yang dijuluki Aremania memang berhamburan masuk ke tengah lapangan untuk melampiaskan kekecewaan atas hasil kekalahan tim kesayangannya dengan skor 2-3.
Kemudian, terlihat juga terdapat penggunaan gas air mata yang ditembakkan pihak kepolisian ketika ingin meredam aliran massa yang makin banyak masuk ke lapangan. Sayangnya, gas air mata turut diarahkan ke tribun yang diisi oleh berbagai kalangan suporter, termasuk wanita, anak-anak, dan orang tua.
FIFA selaku induk sepak bola dunia sejatinya sudah mencoba mengantisipasi jatuhnya korban dalam pertandingan karena insiden ricuh suporter juga terjadi di negara-negara lain. Bentuknya dengan menerbitkan aturan pengamanan dan keamanan di dalam stadion yang isinya melarang penggunaan gas air mata. Berikut bunyinya:
"Untuk melindungi para pemain dan ofisial serta menjaga ketertiban umum, mungkin perlu untuk menempatkan steward (petugas keamanan) dan/atau polisi di sekeliling lapangan permainan. Saat melakukan itu, pedoman berikut harus dipertimbangkan.
a) Kemungkinan besar, setiap steward atau polisi yang ditempatkan di sekitar lapangan akan terekam di televisi dan oleh karena itu perilaku dan penampilan mereka harus memiliki standar tertinggi setiap saat.
b) Tidak boleh ada senjata api atau "alat pengendali massa" yang boleh dibawa atau digunakan.
Hingga berita ini diterbitkan, korban jiwa akibat tragedi maut di Stadion Kanjuruhan sudah mencapai 130 jiwa dan jumlah terbanyaknya terdata ketika di bawa ke rumah sakit. jumlah tersebut bisa saja bertambah karena masih banyak korban luka yang menjalani perawatan di rumah sakit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News