Ketua Umum Paguyuban Suporter Timnas Indonesia (PSTI), Ignatius Indro, dalam refleksi akhir tahun menegaskan bahwa 2025 adalah tahun yang menyedihkan sekaligus memalukan bagi sepak bola nasional.
“Gagal lolos ke Piala Dunia 2026, Timnas U-23 gagal ke Piala Asia, dan kembali gagal di SEA Games 2025. Ini bukan kebetulan. Ini adalah akumulasi kegagalan struktural dan kepemimpinan PSSI yang tidak pernah serius membangun sepak bola Indonesia,” tegas Ignatius Indro.
Menurut Indro, suporter tidak bisa terus-menerus dijadikan sasaran pelampiasan emosi, sementara akar masalah justru dibiarkan. Ia menekankan bahwa para pemain dan pelatih menjadi korban dari kebijakan PSSI yang tidak memiliki arah jangka panjang.
“Kita terlalu sering mengganti pelatih, memaksakan target instan, tetapi tidak pernah punya roadmap sepak bola nasional yang jelas. Pembinaan usia muda jalan di tempat, liga tidak kunjung sehat, dan kompetisi tidak menjadi fondasi tim nasional,” ujarnya.
Indro menyebut bahwa kegagalan Timnas U-23 di SEA Games 2025 menjadi simbol rapuhnya sistem pembinaan, karena ajang tersebut seharusnya menjadi panggung regenerasi dan masa depan Timnas senior.
Dalam refleksi tersebut, PSTI juga menyoroti keras kepemimpinan Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, yang dinilai lebih menonjolkan pencitraan politik dibandingkan membangun fondasi sepak bola nasional secara serius.
Baca juga: PSSI Tunda Kongres Biasa
“PSSI hari ini lebih terlihat sebagai panggung politik pribadi. Sepak bola dijadikan alat pencitraan, bukan ruang pembenahan. Tidak ada roadmap sepak bola yang transparan, terukur, dan bisa diaudit publik, untuk itu lebih baik Erick Thohir mundur dan evaluasi total, termasuk statuta yang ada, yang menutup kesempatan orang-orang yang memiliki integritas dan mencintai sepak bola masuk ke dalam federasi,” kata Indro.Ia menilai berbagai aktivitas seremonial, kunjungan, dan narasi optimisme yang disampaikan ke publik tidak sejalan dengan hasil di lapangan.
“Kalau semua hanya soal pencitraan, maka hasilnya adalah kegagalan seperti yang kita alami sepanjang 2025. Sepak bola tidak bisa dibangun dengan slogan dan kamera,” tambahnya.
PSTI menegaskan bahwa suporter Timnas Indonesia bukan musuh PSSI, melainkan mitra kritis yang ingin sepak bola nasional maju secara berkelanjutan. Namun, kesabaran publik tidak bisa terus diuji tanpa adanya perubahan nyata.
“Kami tidak menuntut juara dunia dalam semalam. Yang kami tuntut adalah kejujuran, arah yang jelas, dan komitmen membangun sepak bola dari bawah. Jika itu tidak bisa dilakukan, maka sudah seharusnya ada evaluasi total di tubuh PSSI,” ujar Indro.
Menutup refleksi akhir tahun, PSTI berharap 2026 menjadi momentum perubahan mendasar, bukan sekadar pergantian target atau narasi baru.
“Sepak bola Indonesia harus dikembalikan ke marwahnya, olahraga rakyat bukan alat politik. Tanpa roadmap yang jelas, tanpa reformasi liga dan pembinaan usia muda, kita hanya akan mengulang kegagalan yang sama,” pungkas Ignatius Indro.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News