Jafro menjadi yang terbaik tersebut setelah mengalahkan atlet Thailand dan Korea Selatan. Namun, untuk meraih prestasi tersebut, putra dari pasangan Budi Sutrisno-Suliasih ini harus bersusah payah terlebih dulu.
Sebelum menjadi atlet profesional, Jafro adalah tukang lipat parasut atau paraboy di kawasan pendaratan (landing) paralayang Gunung Banyak, Kota Batu. Hal itu dia lakukan sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama.
"Biasa dibayar lima ribu (Rp5.000) per satu lipatan. Awalnya lihat teman-teman itu sepertinya enak dapat upah, akhirnya saya ikut jadi tukang lipat," katanya saat dihubungi Medcom.id, Senin 27 Agustus 2018.Baca juga: Iqbal Menang, Pencak Silat Persembahkan Enam Medali Emas
Selama dua tahun menjadi tukang lipat parasut, Jafro kemudian ditawari untuk menjajal olahraga paralayang tersebut. Sosok yang menawarkan dirinya belajar terbang kali pertama kali adalah manajer klub Ayo Kita Kemon, Yosi Pasha.
"Awalnya ya dari tukang pelipat parasut, terus ada manajer klub merekrut cari atlet, salah satunya aku. Terus disuruh di sekolahin (ajarkan) jadi atlet," ujar pemuda asal Jalan Arumdalu 159 Kelurahan Songgokerto, Kecamatan Batu, Kota Batu, Jawa Timur itu.
Ternyata peluang yang didapat Jafro tersebut mampu mengubah jalan hidupnya. Selama dua bulan diberi pelatihan, dia pun mendapat licensi PL 1 Junior, dan kini benar-benar menjadi atlet profesional.Baca juga: Yolla/Hendy Persembahkan Emas untuk Korban Lombok dan Suporter Indonesia
"Setelah saya lihat senior-senior di kampung itu pada sukses jadi atlet. Saat ditawarkan jadi atlet ya aku mau disekolahin sampai sukses. Motivasinya ya agar bisa mengharumkan nama daerah dan Indonesia," beber pemuda kelahiran 18 Maret 1996 tersebut.
Terbukti pada kejuaraan pertama yang diikutinya, yakni Batu Open Paragliding 2011, Jafro berhasil meraih juara 3 kelas junior. Sejumlah medali pun dia dapatkan hingga saat ini. Salah satunya medali emas di Pekan Olahraga Nasional (PON) 2016 di Jawa Barat.
Meskipun terhitung sukses, Jafro mengaku masih tetap menjadi tukang lipat parasut hingga saat ini. Sebab, alumnus SMK 17 Agustus Kota Batu ini mengaku hal itu sudah menjadi kebiasaan.Baca juga: Puspa Arumsari Sumbang Emas Pertama dari Cabor Pencak Silat

"Nggak berhenti. Sampai sekarang juga masih melipat. Ya mungkin karena kebiasaan melihat dulu. Jadi setelah melihat orang terbang terus nyoba dipraktekin saat latihan, akhirnya bisa," pungkasnya.
Seperti diketahui, dari 33 atlet paralayang putra di Asian Games, Jafro tampil dominan. Sepuluh babak dilewati tanpa satu kali pun akurasi melebihi tiga digit. Pada babak 4, Jafro bahkan mencapai akurasi 0 poin, alias tidak meleset sedikit pun.
Pilot Thailand Jirasak Witeetham menjadi pesaing paling alot sepanjang 10 babak. Hingga babak 8, jarak poin antara Jafro dan Witeetham hanya berjarak 24 angka saja. Witeetham pun berhak meraih medali perak. Sementara perunggu didapat pilot Korea Selatan, Lee Chulsoo.
Video: All Indonesian Final Terjadi di Ganda Putra Bulu Tangkis
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News