Menjaga Birokrat DKI Tetap Sehat
Menjaga Birokrat DKI Tetap Sehat ()

Menjaga Birokrat DKI Tetap Sehat

19 Oktober 2017 07:29

Melakukan perubahan dari yang buruk ke yang baik bukanlah pekerjaan mudah. Namun, untuk mempertahankannya bisa jauh lebih susah. Pun dengan mempertahankan perubahan wajah birokrasi di DKI Jakarta sejak lima tahun terakhir yang tadinya bak penguasa menjadi pelayan warga.

Sebagai unsur yang bertugas menjalankan roda pemerintahan, peran birokrat amatlah vital dan menentukan. Di pikiran dan tangan merekalah baik-buruknya fungsi utama birokrasi untuk melayani kepentingan masyarakat bergantung. Sayangnya, di hampir semua sektor baik di pusat maupun di daerah, penuaian fungsi mulia itu masih jauh dari harapan.

Bahkan, kaum birokrat cenderung berkarakter antagonistis. Mereka yang semestinya membantu kesulitan malah mempersulit warga. Mereka yang seharusnya menjadi abdi malah minta dilayani. Fenomena itu pula yang lama terjadi di Ibu Kota. Selama berpuluh-puluh tahun, birokrasi di DKI Jakarta berwajah buruk.

Seabrek penyakit dari kemalasan hingga nafsu menggadaikan jabatan untuk mendapatkan uang begitu kuat memapar dan seakan mustahil disembuhkan. Penyakit kronis para birokrat DKI Jakarta baru bisa diobati setelah Joko Widodo menjadi gubernur pada 2012. Wakilnya, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, yang kemudian menggantikan Jokowi pun sukses meneruskan misi mahasulit itu.

Jokowi dan Ahok tahu betul bagaimana mereformasi birokrasi di DKI. Rumusnya terbilang sederhana, yakni penuhi dulu kesejahteraan birokrat, lantas paksa mereka untuk berubah. Sebagai pendukung, beragam perbaikan sistem demi terciptanya transparansi seperti mekanisme lelang untuk posisi pejabat dan e-budgeting diterapkan. Tak lupa, pengawasan dilakukan secara ketat.

Harus kita akui, birokrat di DKI Jakarta sudah mulai sehat. Selama Jokowi, Ahok, dan Djarot Saiful Hidayat berkuasa, para birokrat nakal terpaksa tiarap. Mereka tak lagi malas, juga tak berani menilap uang negara atau memeras warga. Namun, harus kita katakan pula bahwa belum semua dari mereka yang sepenuhnya imun dari penyakit birokrasi.

Kendati kesejahteraan mereka sudah dinaikkan berkali lipat, godaan untuk kembali menjadi birokrat bermental penguasa masih besar. Saat ini, mereka dalam posisi wait and see. Mereka ingin melihat lebih dulu seperti apa karakter Anies Baswedan dan Sandiaga Uno sebagai gubernur dan wakil gubernur yang baru.

Jika Anies-Sandi lemah dan kompromistis, bisa dipastikan para birokrat nakal akan kembali ugal-ugalan. Kita mendukung janji Anies-Sandi untuk meneruskan program-program lama yang bagus. Oleh karena itu, keduanya mesti menunjukkan sikap dan ketegasan yang sama atau bahkan lebih dalam mengelola birokrasi DKI.

Cara dan gaya boleh saja berbeda, yang penting birokrasi tetap berfungsi sebagaimana mestinya. Ketegasan harus dikedepankan pula untuk menghadapi anggota DPRD. Menjaga integritas, kredibilitas, dan profesionalitas birokrat ialah kunci keberhasilan pelaksanaan program-program lainnya.

Mengatasi kemacetan, banjir, dan segudang persoalan lain hanya maksimal jika birokrat hebat. Meski belum sempurna, tiga gubernur lama sudah berhasil membangun birokrasi DKI yang bersih juga mumpuni, dan kini menjadi kewajiban Anies-Sandi untuk meneruskannya. Birokrasi DKI Jakarta pantang kembali ke tabiat lama, yakni tabiat mementingkan diri sendiri dan mengabaikan kepentingan masyarakat. Birokrasi DKI harus tetap sehat, bersih dari birokrat-birokrat sesat.


 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Oase gubernur dki jakarta

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif