"Memang ini menunjukkan adanya yang bolong-bolong terkait dengan sistem pengawasan dan pengendalian di kabinet," ujar Nasir dalam program Crosschek Medcom.id, bertajuk KPK OTT Menteri, Bukti Jokowi Perangi Korupsi?, Jakarta, Minggu, 29 November 2020.
Menurut dia, Jokowi seharusnya menjaga dan mengawasi para menteri dari tindakan rasuah. Dia menilai Jokowi perlu mengevaluasi secara menyeluruh terhadap sistem pengawasan dan pengendalian para menteri.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Ini kan juga menunjukkan belum adanya sistem pengawasan dan pengendalian, sehingga benar-benar clear," tuturnya.
Baca: Kasus Menteri Edhy Dianggap Momentum Reshuffle Kabinet
Menurut dia, Jokowi bisa meminta bantuan Sekretaris Kabinet Pramono Anung untuk mengawasi dan mengendalikan para menteri. Dengan begitu, potensi rasuah dapat dicegah sekcil mungkin.
"Mau tidak mau ibaratnya wajah Jokowi kecipratan juga walaupun memang Presiden bisa saja mengatakan, saya tidak bisa mengawasai pembantu saya 24 jam," jelasnya.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menyakini kasus Edhy berdampak terhadap kinerja Kabinet Indonesia Maju yang telah berjalan lebih dari setahun. "Jadi dampaknya ini seperti gempa bumi di tubuh kabinet Presiden Jokowi," teranganya.
Edhy terjerat operasi tangkap tangan (OTT) KPK, Rabu, 25 November 2020. Ada tujuh tersangka dalam kasus itu di antaranya Edhy, Staf Khusus Menteri KKP Safri, staf istri Menteri KKP Ainul Faqih, pengurus PT Aero Citra Kargo Siswadi, dan Direktur PT Dua Putra Perkasa Suharjito.
Edhy bersama tersangka lainnya diduga menerima uang Rp9,8 miliar dan US$100 ribu. Uang itu dipakai Edhy untuk belanja beberapa barang mewah di Hawaii, Amerika Serikat.
(AZF)