"Seringkali pemerintah dan masyarakat tidak berada dalam saluran dan frekuensi yang sama dalam berkomunikasi sehingga upaya yang dilakukan pemerintah dimaknai berbeda oleh masyarakat," kata Rerie, sapaan Lestari, dalam diskusi secara daring dengan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Jakarta, Kamis, 26 November 2020.
Menurut dia, pemerintah dan masyarakat perlu punya strategi komunikasi yang tepat dengan didasari data akurat. Dengan begitu, keputusan yang diambil dapat mengatasi masalah yang ada.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Baca: Pemerintah Harus Melindungi Hak Konstitusional Kaum Minoritas
Rerie melihat pemangku kepentingan seringkali hanya mengandalkan pengalaman masa lalu dalam pengambilan keputusan. Sejatinya, masalah yang sama belum tentu memiliki latar belakang penyebab yang sama di satu daerah.
"Karena itu, perlu pola kajian secara khusus untuk memahami penyebab masalah di satu daerah agar tidak menghasilkan kesimpulan yang salah," ucap dia.
Selain itu, celah pengetahuan antara masyarakat dan pemerintah bisa menjadi kendala dalam menjalankan sejumlah program pembangunan. Sudut pandang yang berbeda kerap menghasilkan kesimpulan yang berbeda.
Rerie menjelaskan kemampuan melihat perbedaan sudut pandang dapat membantu pemerintah menemukan bentuk penyelesaian masalah sesuai kebutuhan masyarakat. Metode manajemen perubahan Teori U karya Otto Scharmer dapat diimplementasikan dalam sejumlah proses pembangunan.
"Yang intinya (dalam metode tersebut) adalah upaya untuk observe (observasi), retreat (mundur), reflect (refleksi), serta act (tindakan) dalam mengkaji masalah," jelas Rerie.
Dia menuturkan metode tersebut memerlukan keterbukaan dan keinginan tiap anak bangsa untuk menjalaninya. Sementara itu, tantangan yang muncul ialah menjalankan metode ini demi mewujudkan tujuan Indonesia Emas 2045.
"Agar bangsa Indonesia mampu bersaing dengan bangsa lain dan dapat menyelesaikan masalah mendasar di Tanah Air, seperti isu korupsi dan kemiskinan," jelas Rerie.
(OGI)