Guru besar hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Parahyangan, Asep Warlan menilai maraknya ujaran kebencian dan informasi bohong (hoaks) di media sosial meningkatkan radikalisme di Indonesia. Dia menilai Menko Polhukam belum optimal mengatasi masalah-masalah ini.
"Situasi ini sangat disayangkan, karena Pak Mahfud telah gagal mengatasi persoalan radikalisme. Karena pendekatannya tidak berubah," kata Asep, Senin, 17 Januari 2022.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Asep menilai tidak ada skema pemberantasan radikalisme yang seragam antar lembaga dan kementerian. Seharusnya Menko Polhukam bisa menyelaraskan hal tersebut.
Apalagi, terang Asep, tingginya keberagaman yang dimiliki Indonesia menjadi titik rawan akan sulitnya mengendalikan gesekan konflik masyarakat di media sosial.
"Harusnya ada tindakan yang edukatif dengan penjelasan dialog. Tapi ini tidak kan," ujarnya.
Baca: PBNU Bakal Menyasar Persoalan Radikalisme
Dia khawatir tindakan radikalisme mencoba masuk ke tataran politik formal parlementer dengan menunggangi event Pemilu 2024. Menurut dia, Presiden Joko Widodo perlu mempertimbangkan kinerja pembantu-pembantunya terutama di bidang politik hukum dan keamanan agar penanganan radikalisme bisa berjalan maksimal.
"Karena bahaya bila radikalisme ini masuk dalam tataran politik formal, dipastikan akan menimbulkan kekacauan. Seperti terjadinya pembelahan masyarakat pada tahun politik di 2024. Bila tidak dikendalikan akan meruncing," ungkapnya.