"Akal sehat tidak bisa lagi diandalkan untuk mencari solusi yang jernih ditambah putusnya dukungan keluarga besar maka itu bisa menciptakan kondisi yang bisa Saya katakan rentan salah satu pihak menjadi korban," kata Reza, dalam News Story Insight (NSI), Kamis 19 Oktober 2017.
Reza menilai sebagai langkah preventif, mencegah adanya tindakan di luar nalar yang bisa terjadi semestinya dimulai ketika seseorang memutuskan hendak melangsungkan pernikahan. Calon pasangan harus diberikan edukasi pranikah.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Bahkan bila perlu antara kedua belah pihak membuat semacam perjanjian pranikah untuk memastikan ketika terjadi konflik sudah memiliki kesamaan persepsi apa yang akan dilakukan ke depan saat pertikaian terjadi.
"Memang terdengar relatif tidak pantas di masyarakat kita, tapi ketika sebagian masyarakat memutuskan untuk membangun perjanjian pranikah ini harus kita pandang sebagai sebuah langkah yang realistis," kata Reza.
Ketika konflik kadung terjadi, dalam situasi pernikahan mayoritas tidak ada antisipasi ke arah sana. Akhirnya benturan fisik sangat mungkin terjadi dan sulit dihindarkan.
Untuk mengatasinya, kata Reza, bisa saja membangun sebuah kesepatakan perjanjian pranikah terkait hal-hal yang dianggap rawan menjadi sumber konflik.
"Seperti pembagian harta, pengasuhan anak ketika terjadi perceraian, relasi keluarga besar dan hal-hal semacam itu," jelasnya.
(MEL)