"Minimal pembuktian dua alat bukti sejauh ini baru yang tujuh orang itu saja," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango di Gedung Penunjang KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 25 November 2020.
Meski demikian, Nawawi memastikan tak menutup kemungkinan pihaknya menjerat pihak lain dalam pengembangan perkara. Nawawi meminta semua pihak bersabar, dia tak ingin berspekulasi.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Pada tahapan-tahapan selanjutnya bisa saja ada penambahan (tersangka) atau pun tetap seperti itu," ujar Nawawi.
Sebelumnya, Iis ikut terjaring operasi tangkap tangan (OTT) bersama Edhy di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten pada Rabu, 25 November 2020 dini hari. Keduanya digelandang ke KPK.
Baca: Suap Rp3,4 Miliar Diduga Dibelanjakan Edhy Prabowo di Honolulu
Edhy ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama lima orang lainnya. Mereka adalah Staf Khusus Menteri KP Safri, Staf Khusus Menteri KP Andreau Pribadi Misanta, dan pengurus PT ACK Siswadi. Kemudian istri Staf Menteri KP Ainul Faqih dan Amiril Mukminin.
Sementara itu, seorang tersangka ditetapkan sebagai pemberi suap, yakni Direktur PT DPP Suharjito. Edhy diduga menerima Rp4,8 miliar dalam kasus tersebut. Duit rasuah terdiri atas Rp3,4 miliar yang diberikan pada November 2020 dan US$100ribu (Rp1,4 miliar, kurs Rp14.200) yang diberikan pada Mei 2020.
Penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(ADN)