Berhentinya interaksi di sekolah atau tempat usaha dan ketakutan terhadap covid-19 menjadi alasan kelonjakan jumlah penderita depresi.
"Ada hari-hari saya sedih benar. Tapi saya tak tahu, apakah karena covid-19 atau hal-hal lain yang sudah ada. Bagi kami yang tak lama lagi hidup, ini tahun yang hilang," ujar Margaret Sullivan, 87, dalam tayangan Selamat Pagi Indonesia di Metro TV, Selasa, 18 Januari 2022.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Warga lansia berisiko terkena depresi karena terisolasi dan rentan terkena covid-19. Namun, ahli kesehatan mental justru mengatakan bahwa kaum mudalah yang lebih sering mengaku depresi.
"Penelitian yang dimuat dalam jurnal kesehatan anak oleh American Medical Association menyebutkan, sekitar 25 persen kaum muda di Amerika Serikat mengakui mengalami peningkatan depresi secara signifikan selama tahun pertama pandemi covid-19," demikian dilaporkan jurnalis VOA, Nova Poerwadi.
Baca: Gangguan Mental yang Bisa Terjadi Saat Pandemi
Menurut psikiater The Ross Center, Beth Salcedo, kaum muda lebih terbuka tentang kesehatan mental mereka daripada lansia.
"Orang banyak kehilangan selama satu setengah hingga dua tahun terakhir. Mereka harus menata kembali kehidupan mereka. Hal ini memerlukan Waktu." ujar Beth. (Yahya Nadim Oday)