Pameran bertajuk "Santiran" menghadirkan 30 karya grafis itu diadakan di CG Artspace Rumah Miring, Jakarta, mulai dari 30 November hingga 10 Desember 2023. Dalam karya terbarunya ini, GM sengaja mengangkat karya seni yang menggunakan teknik intaglio karena metode ini sudah jarang dilakukan seniman lain.
"Sebenarnya yang saya lakukan adalah mengulang teknik yang sudah lama sekali, di Eropa abad pertengahan. Di Indonesia tidak begitu dikenal dan populer. Karena mungkin kurang prestisius dan memang tidak mudah," kata Goenawan Mohamad saat berbincang dengan Medcom.
Karya-karya terbaru GM ini merupakan kolaborasi dengan DEVFTO Printmaking Insitute di Bali. Agung Hujatnikajennong selaku kurator pameran mengatakan, jika selama ini GM dikenal sebagai penyair dan wartawan, maka sekarang pria 82 tahun bisa disebut sebagai seniman grafis.
"Ini bukan kali pertama GM menampilkan karya-karya grafisnya secara eksklusif dalam sebuah pameran tunggal. Jika selama ini sejumlah pengamat telah melansirnya sebagai 'penyair-pelukis', maka dengan pameran ini, dan dengan ratusan karya grafis yang telah dibuatnya dalam dua tahun terakhir, tidak berlebihan sepertinya kalau kita menyematkan predikat tambahan pada GM: 'seniman grafis'," kata Agung Hujatnikajennong dalam pengantarnya.
"Tidak hanya melimpah dalam kuantitas, kenyataannya, karya-karya grafis GM juga terus memperlihatkan perluasan spektrum pencapaian artistik yang baru," lanjutnya.
GM sendiri menyebut pameran ini memang sebagai upaya memperkenalkan lagi teknik intaglio di dunia seni Indonesia. Meski terkesan sederhana, GM tidak membutuhkan sketsa atau rancangan ketikan membuat karya dari teknik cetak menggunakan plat ini
"Saya merasa, kita harus kembali mengapresiasi teknologi yang sederhana ini untuk karya yang bisa diakses untuk semua orang dan bisa diperbanyak, dan juga murah. Kalau lukisan kan bisa ratusan juta, kalau ini tidak sampai segitu. Jadi saya memperluas apresiasi terhadap karya teknik yang seharusnya tidak dilupakan," ucap GM.
Begitu masuk ke dalam pameran, pengunjung langsung disuguhkan karya yang berjudul "Sultan". Dalam karya ini memperlihatkan seorang pria memakai baju kerajaan sembari memegang pedang. Di sampingnya terpampang karya berjudul "Rama. Kusha & Lawa" dan "Lagu untuk Trijata".
"Untuk pameran ini, GM masih menonjolkan kecenderungannya untuk bekerja dengan 'impuls menggambar'. Di sini, objek-objek seperti binatang, figur, bangunan dan artefak tampil dalam raut-raut terpiuh dan tak utuh. Semuanya mempertontonkan sensibilitas GM dalam hal menggores dan menyapukan garis," kata Agung Hujatnikajennong.
Todal ada 30 karya seni grafis intaglio yang dibuat Goenawan Mohamad sepanjang setahun terakhir. Masuk ke dalam ruang utama, pengunjung langsung disajikan puluhan karya seni dengan beraneka objek dan visual. GM mengaku tak memiliki tema khusus untuk puluhan karyanya.
"Karena kalau seni rupa memakai tema jadi tidak bebas. Jadi spontan saja, yang pentingnya hasilnya menimbulkan hal berbeda dan baru," ucapnya.
Agung Hujatnikajennong secara khusus menyebut jika sejumlah karya yang disajikan GM mengekspos objek-objek tunggal. Namun, sebagian yang lain menonjolkan hubungan-hubungan antar objek atau elemen visual yang enigmatik, serba taksa, seolah menuntun para penatapnya untuk 'membaca'.
"Terkadang garis-garis GM bisa simpel, subtil dan minimal, namun tetap bisa memunculkan kesan pejal pada objek). Pada kesempatan lain, garis-garisnya juga bisa ekspresif, spontan dan intens, bertumpuk, saling-silang, hingga rumit. Objek-objek pada karya GM memang tunggal, tapi cara mereka digambarkan tetap memancing tafsir naratif," jelasnya.
Jennong lalu mencontohkan karya-karya yang berjudul "Barongsai", "Potehi in Action" dan "Potehi in Blue" yang membangun koherensi menarik dengan gerak dinamis yang sangat mungkin muncul dari objek-objek di alam nyata. Sementara pada karya "Kembang Jepun”, dia melihat sapuan dan coretan yang serba simpel, namun mujarab.
Sementara pada pada "London in My Mind", "Tiger in a Foreign Land", dan "Ikan dan Rembulan", GM juga mengkomposisikan objek-objek secara berhimpun. Akan tetapi, adanya garapan pada latar ternyata tidak menjamin hadirnya ruang dan waktu yang jelas dan logis.
"Pada 'Ikan dan Rembulan', misalnya, dua ekor ikan digambarkan seperti tengah bercengkerama di langit, sementara perahu tetap terapung di lautan. GM membiarkan kita larut dalam penafsiran yang serba mungkin. Bukan kebetulan, pada tiga karya tersebut, GM mengaplikasikan teknik intaglio berwarna, di mana blabar tinta hadir tidak hanya untuk memperkuat komposisi, tapi juga mengaburkan batasan antara kepejalan dan kedataran objek," papar Jennong.
Melalui pameran tunggalnya ini, GM berharap seni rupa tetap mendapat tempat serius di Indonesia. Selama ini, GM memang merasa seni rupa selalu dianaktirikan, terutama oleh elite politik.
"Seni rupa itu tidak banyak diapresiasi sekarang. Seni rupa kurang mendapat tempat bagi orang-orang penting. Kalau luar negeri, museum seni modern selalu ada, di Indonesia tidak ada. Selalu jadi anak tiri. Karena elite politik masih buta huruf soal ini, sama sekali tidak mengenal."
"Kalau kita mengadakan pameran seperti ini jadi bisa menyebarkan pemahaman kalau ini juga tidak kalah penting. Bahkan tidak kalah berharga daripada kampanye politik," jelas GM yang mengungkapkan akan merilis puisi terbarunya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
