Yovie Widianto bersama Avip Priatna saat taping program IDEnesia -- MTVN/Dimas Prasetyaning
Yovie Widianto bersama Avip Priatna saat taping program IDEnesia -- MTVN/Dimas Prasetyaning

Musik dalam Panggung Ekspresi

Dimas Prasetyaning • 03 Desember 2014 13:58
medcom.id, Jakarta: Di dunia musik internasional, hanya ada segelintir orang Indonesia yang reputasinya mendapat pengakuan yang luas. Satu diantaranya adalah Avip Priatna, konduktor muda Indonesia dengan segudang prestasi yang mendunia.
 
Prestasinya antara lain yaitu berhasil meraih gelar Best Conductor dalam kompetisi paduan suara internasional di Torrevieja, Spanyol; Best Conductor pada kompetisi  International Competition Mei Choir di Varna, Bulgaria; serta memecahkan rekor selama 55 tahun kompetisi di Spanyol.
 
Pendiri Jakarta Concert Orchestra ini juga kerap mendapat kehormatan sebagai pembicara dan juri dalam berbagai kompetisi. Namun, apa yang ia tekuni saat ini sangat bertolak belakang dengan pendidikannya. Bahkan, Avip sempat bingung memilih antara menjadi seorang konduktor atau arsitek.

Avip Priatna merupakan lulusan Teknik Arsitektur, Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) Bandung, Jawa barat. Pria kelahiran Bogor, 29 Desember 1962 ini mulai mengenal musik klasik ketika bergabung dengan paduan suara UNPAR, Parahyangan University Choir. Disanalah, ia merintis karirnya sebagai seorang konduktor.
 
"Saat ingin menerjuni sebuah bidang, kita harus tahu kurang dan lebih bidang apa yang nantinya akan kita tekuni. Keluarga dan teman-teman bersemangat mendukung saya terjun ke bidang musik klasik," jelas Avip.
 
Selepas kuliah di UNPAR, Avip memutuskan melanjutkan sekolahnya di University of Music and Performing Arts, Wina, dengan bantuan dari Pemerintah Austria serta beasiswa dari Rotary Club. Di institusi tersebut, ia menimba ilmu dari dua guru, yaitu Profesor Gunther Theuring pada bidang choir conducting dan Leopold Hager pada bidang orchestral conducting.
 
"Saya beruntung bertemu dengan orang-orang yang pas, dari kecil sampai besar itu punya teman yang senang dengan musik klasik. Pada saat itu rektur UNPAR yang punya hubungan dengan kedutaan Austria menelepon saya agar mengirimkan CV untuk bersekolah ke sana. Akhirnya saya coba apply, akhirnya dari situlah hidup saya untuk musik klasik. Dan dari situ saya dapat beasiswa bersekolah di Wina, ibu kotanya musik klasik," imbuhnya.
 
Avip pun berhasil lulus pada 1998 dengan predikat high distiction. Ia kemudian menyelesaikan Magister Artium dengan beasiswa dari Universitas Katolik Parahyangan pada tahun yang sama.
 
"Harus kita sadari apabila menggeluti sebuah bidang itu harus suka dengan bidangnya. Kebetulan saya punya keluarga yang mensuport saya, meskipun diawalnya itu mengambil kuliah jurusan arsitektur tapi ternyata keinginan dari kecil untuk mendalami musik klasik itu tidak pernah padam, dan memang mungkin sudah ada nasibnya," terang Avip.
 
Di tengah deretan prestasinya, Avip memiliki mimpi yang belum tercapai, yaitu menjadi Konduktor dalam pertunjukan opera. Menurutnya, konduktor opera memiliki tingkat kerumitan yang tinggi dan memerlukan banyak antisipasi. Dalam usianya yang masih terhitung muda, masih akan banyak pencapaian prestasi lain yang mungkin akan diraih oleh Avip Priatna.
 
Penasaran dengan kisah lengkap kesuksesan Avip di dunia musik klasik? Saksikan program IDEnesia pada Kamis (4/12/2014) pukul 22.30 WIB  di Metro TV. Jangan lupa, ikuti kuis dari IDEnesia dan Galeri Indonesia Kaya dengan follow twitter @IDEnesiaTwit atau @IndonesiaKaya. Ada bingkisan menarik bagi para pemenangnya. (Adv)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NIN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan