"Dari isu kemarin, kita dengar dan lihat itu seperti pengumuman Covid-19 pada 2 Maret 2020 lalu rasanya. Padahal kita coba membangun sebuah sistem untuk memajukan industri," kata Ketua Umum Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI) Dino Hamid, dalam konferensi pers, Kamis, 3 November 2022.
Untuk diketahui, dalam konser Berdendang Bergoyang yang direncanakan digelar selama tiga hari harus berhenti di hari kedua. Bahkan pihak kepolisian menemukan unsur pidana karena sengaja menjual tiket yang melebihi dari yang diajukan.
Sekretaris APMI, Emil Wahyudi menjelaskan saat ini sejumlah aparat kepolisian di beberapa daerah berencana mengeluarkan aturan yang tidak memperbolehkan penyelenggaraan acara di area terbuka dan bahkan harus selesai pada jam 6.
"Kami terima pengaduan (dari promotor lain) yang terimbas, ada pengaduan peraturan yang tidak memperbolehkan event tidak boleh outdoor, jadi harus indoor, ada juga peraturan acara tidak bisa lebih dari jam 6," katanya.
Ia mencontohkan konser yang terdampak dari kejadian Berdendang Bergoyang kemarin, seperti konser Dewa yang mundur, Sound Fest 2022 di Bekasi, Pasar Kaget jilid 3 di Senayan yang izinnya bermasalah. Hingga acara sekelas Djakarta Warehouse Project, Soundrenaline dan Heads In The Clouds juga terancam gagal.
"Isu di luar ini sangat besar, tugas kami mengklarifikasi. Isu paling liar adalah semua event tidak boleh sampai Desember 2022, mungkin baru boleh lagi 2023. kalau semua event gak boleh, kita akan kehilangan tiga event besar Soundrenaline, Heads In The Clouds, dan DWP," jelasnya.
Saat ini asosiasi masih mengupayakan izin-izin konser yang tidak bisa dikeluarkan dengan berkoordinasi dengan regulator, serta membuat standarisasi penyelenggaraan acara.
"Sebenarnya kita mau membuat sebuah standar bekerja sama dengan instansi. Apa saja yang harus dibuat mulai dari persiapan dan pelaksanaan," kata Ketua Bidang Program dan Investasi APMI Dewi Gontha.
(Raja Alif Adhi Budoyo)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News