Maliq & D Essential--Foto: MI/ Immanuel Antonius
Maliq & D Essential--Foto: MI/ Immanuel Antonius

Musik Diantara Idealisme dan Industri

Pelangi Karismakristi • 04 November 2015 19:16
medcom.id, Jakarta: Setiap musisi akan mengerahkan segenap kreatifitasnya dalam bekarya, agar melahirkan musik berkualitas dan dapat diterima masyarakat. Namun, seringkali mereka harus menanggalkan idealisme demi industri.
 
Banyak yang beranggapan jika musik idealis itu susah dijual dan sulit mendapat tempat di industri. Tapi hal itu nampaknya tidak berlaku bagi grup band Maliq & D’Essentials yang sudah 14 tahun berkiprah di industri musik.
 
Musik Maliq and D'Essentials tersusun dari berbagai sound, termasuk synthesizer, perkusi dan trumpet. Berkat berbagai instrumen itu juga, seringkali orang menyebut Maliq and D'Essentials sebagai band beraliran jazz.

Maliq and D'Essentials terbilang cukup berani bermain dengan berbagai macam jenis musik. Mereka pun mengaku bermusik hanya untuk menyalurkan kesenangan, sehingga lagu yang diciptakan pun berkutat hanya pada yang mereka suka.
 
"Kita bersyukur, apa yang kita dapat sekarang melebihi ekspektasi awal karena dapat diterima pasar. Kita akan terus mengembangkan apa yang kita bisa. Impactnya, sekarang kita punya manajemen, crew, dan label," papar Anga, sang vokalis, kepada Yovie Widianto di Galeri Indonesia Kaya, West Mall Lantai 8 Grand Indonesia, Jakarta Pusat.
 
Selama perjalanan Maliq & D’Essentials di industri musik, grup band yang mengusung musik soulful ini berusaha menjaga untuk tetap konsisten dan mandiri dengan mengikuti selera pasar. Namun, pada album ke lima dan enam, band dengan enam personil ini sempat merasakan ada batasan.
 
"Jadi kita sekarang fokus bagaimana agar bisa bermusik dengan seru. Kita tidak mau lagi terperangkap harus bikin yang disukai masyarakat, karena itu justru membuat kita kehilangan kreatifitas dan passion. Sekarang kita kalau di studio gila-gilaan, terserah kita mau apa. Biar ada terus gairah kreatifnya," ujar penggebuk drum sekaligus konseptor evolusi musik Maliq & D'Essential, Widi.
 
Hal senada diungkapkan Abdul & The Coffee Theory, Abdul yang memutuskan di jalur indie, menjelaskan perjuangan memasarkan karyanya tanpa bantuan label.
 
"Kebetulan kita juga baru keluar dari manajemen. Aku merasakan bagaimana berjuang sendirian, terus dapat info banyak toko CD tutup. Jadi sekarang kita pikirkan strategi paling ampuh agar semakin maju," jelas Abdul.
 
Musik Abdul & The Coffee Theory memang tergolong unik bagi pasar Indonesia. Mereka tidak hanya menawarkan lagu dengan pop dan easy jazz yang dibalut esensi folk riang khas mereka, tapi Abdul and The Coffee Theory juga membuat lirik yang tergolong polos dan mudah dipahami. 
 
Lain halnya dengan 5 Romeo, grup vokal besutan Yovie Widianto ini tidak ingin terjebak pada industri ataupun idealisme. Mereka berusaha seimbang pada kedua sisi dan memanfaatkan media sosial sebagai sarana promosi.
 
Penasaran dengan kisah perjalanan bermusik ketiga grup di atas? Simak perbincangan Yovie Widianto dalam program IDEnesia di Metro TV pada Kamis (5/11/2015) pukul 22.30 WIB. Jangan lupa, ikuti kuis IDEnesia dan Galeri Indonesia Kaya dengan follow twitter @IDEnesiaTwit atau @IndonesiaKaya. Ada bingkisan menarik bagi pemenangnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NIN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan