Haryadi Sukamdani membantah selama ini hotel dan restoran menolak membayar royalti ketika memutar musik di tempat usaha mereka. Dia menegaskan, para hotel dan restoran siap membayar royalti musik selama ada aturan jelas soal tarif royalti.
"Banyak yang beranggapan Pengusaha Hotel dan Restoran enggak mau bayar royalti, ini enggak benar. Prinsipnya PHRI pasti mau bayar, asal ada kejelasan soal tarif," kata Haryadi Sukamdani di Jakarta.
Menurut Sukamdani, tarif yang berlaku saat ini berupa Rp120 ribu untuk satu kursi selama satu tahun masih butuh diperjelas. Dia juga mempermasalahkan sistem penarikan royalti blanket yang diterapkan saat ini. Dalam sistem ini, pengguna membayar royalti ke LMK untuk izin penggunaan karya secara menyeluruh, dan royalti dibagikan secara kolektif ke pencipta.
"Ada, misal saya ambil contoh resto, dipungut rata Rp 120.000 per kursi. Apakah itu wakili pemakaian dari seluruh pengguna atau tidak, itu juga jadi pertanyaan. Seharusnya pemerintah hadir dalam penetapan tarif, kemudian tarif tersebut diterapkan melalui platform digital agar lebih transparan, tidak seperti sekarang sistem glondongan melalui blanket dengan hitungan per meter square" kata Hariyadi.
baca juga:
|
Haryadi pun mendorong digitalisasi dalam penarikan royalti musik di Indonesia. Dengan memanfaatkan teknologi, dia ingin pencatatan royalti dan pendistribusian royalti menjadi transparan. Pemilik jaringan hotel Sahid ini mencontohkan, tempatnya menggunakan platform seperti Velodiva yang berkerjasama dengan LMKN.
Sementara Sekjen PHRI Maulana Yusran meminta pihak terkait untuk membedakan tarif royalti antara bisnis yang memang menggunakan musik sebagai menu utama dengan bisnis menggunakan musik sebagai pelengkap suasana atau ambience.
"Kita minta kejelasan soal tarif bisnis yang menggunakan musik sebagai menu utama semisal konser, karaoke dengan bisnis yang menggunakan musik sebagai ambience seperti restoran dan hotel. Jadi jangan dipukul rata, ini beda," kata Maulana.
Hariyadi dan Maulana menegaskan anggota PHRI akan taat membayar royalti jika regulasi tarifnya jelas dan distribusinya jelas ke pemilik hak. Mereka juga mendorong penggunaan platform digital yang menjamin transparansi dan lebih adil.
"Platform seperti Velodiva ini sangat diperlukan, tetapi yang perlu diingat maslah tarif, jadi tarifnya dibuat satu saja sudah termasuk tarif penggunaan platform. Jadi jangan dua tarif yaitu royalti dan platform, nanti membingungkan user. Karena LMKN tidak membangun platform maka jangan membebankan penggunaan platform ke user," tutup Maulana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id