Kilas balik keseruan Jazz Gunung Series 2024, penonton yang didominasi anak-anak muda ini merapatkan barisan depan panggung. Seperti biasa, panggung Jazz Gunung yang didekorasi dengan bambu ini selalu dibuat tak berjarak antara penampil dan penonton.
Hujan deras yang mengguyur sejak siang tak menyurutkan Jama’ah Al-Jazziyah untuk datang. Totalnya mencapai 1.500-an orang. Mereka berasal dari sekitar Banyumas dan luar kota. Acara pun terpaksa baru dimulai menunggu hujan reda pukul 19.15 WIB dari yang semula dijadwalkan pukul 15.30 WIB.
Acara dibuka oleh penampil Cresensia Naibaho, penyanyi jazz muda asal Yogyakarta yang tampil dengan mood ceria dan interaktif dari pilihan fesyen penuh warna yang dipilihnya.
Setelahnya, Borderline feat Nita Aartsen tampil dengan sangat baik. Dibuka dengan lagu daerah Betawi, Jali-Jali, alunan berkomposisi jazz begitu terasa. Sepanjang pertunjukan dengan set list 5 lagu, permainan harmonika dari Rega Dauna memberikan corak yang mendominasi dan berkesan.
Baca juga: UBM Gelar ENCHORIA FESTIVAL, Wadah Terapkan Ilmu Komunikasi |
Suasana makin hangat, penonton ikut bernyanyi bersama saat Mus Mujiono dan Ermy Kullit beraksi setelah band jazz Purwokerto, Langthiep and The Boy Friends tampil.
Dibuka dengan hits Puncak Asmara, Nono, begitu akrab ia disapa, diiringi trumpet dan trombone membuat sajian musiknya malam tadi terasa “menyala”. Setelah lagu Keraguan, giliran Ermy Kullit yang menginvasi panggung Jazz Gunung Slamet 2024 dengan tembang Pasrah, Standby Me (cover version Ben E. King), dan Kasih.
“Ini yang datang pada muda-muda mahasiswa ya, biar dapat tiketnya yang murah,” guyon Ermy yang ditanggapi gelak tawa penonton. “Ini lagu saya rekam tahun 1988, belum pada lahir ya?” Kelakarnya sambil membuka lagu Pasrah diiringi tepuk tangan dan koor dari penonton.
Line up lintas generasi sengaja dihadirkan untuk memenuhi kebutuhan audience kota Purwokerto yang dijuluki sebagai "Kota Pensiunan slot88." Namun nyatanya sajian musik di Jazz Gunung Slamet mempersatukan orang tua dan anak-anak muda.
Musik-musik yang lahir di dekade 80-an dinikmati anak muda, dan para orang tua mengapresiasi musisi-musisi muda. Mereka bernyanyi dan bersuka cita bersama.
Penonton masih bertahan hingga penampil puncak, Sal Priadi naik panggung pukul 23.15 WIB, membawakan Dalam Diam, Titik-Titik, Zuzuzaza, Planet, Ya Sudah, Foto Kita, Rumah, Mesra, Serta Mulia.
“Saya suka panggung yang tidak ada pembatas dengan penonton. Melihat ragam acara jazz sekarang menjadi sebuah representasi dari musik jazz yang semakin membumi dengan audiencenya. Saya senang banget tampil di Jazz Gunung Slamet yang menjadi pembuka rangkaian Jazz Gunung Series,” kata Sal, sebelum naik panggung.
Lokalitas dan Berkelanjutan
Selama acara berlangsung, Jazz Gunung Indonesia berkomitmen untuk menyuarakan kegiatan yang ramah lingkungan. Pengunjung diarahkan untuk tidak meninggalkan sampah di area pertunjukan. Pengunjung akan menyaksikan apa yang telah diciptakan Jazz Gunung sejak awal dalam komitmen terhadap sustainability event.
Selain itu, Jazz Gunung juga didukung oleh para pelaku usaha dan komunitas lokal di Banyumas. Sejumlah jenama lokal seperti Gerai Lodeh, Durian Kampung, Kopi Keprok, Robocop, Ubi Ibe, Batik Sokaraja, Turaya, Sentausa, Heartcorner Records, dan masih banyak lagi.
“Kami konsisten dan berkomitmen untuk bisa bersinergi bersama pegiat usaha dan komunitas lokal agar dapat bertumbuh bersama memberikan kontribusi baik di tempat terselenggaranya Jazz Gunung,” kata direktur Jazz Gunung Indonesia Bagas Indyatmono.
Setelah ini Jazz Gunung Series 2024 akan melanjutkan rangkaiannya di Bromo, Jawa Timur. Tahun ini, Jazz Gunung Bromo digelar untuk yang ke-16 kalinya. Vina Panduwinata bersama sederet musisi nasional dan internasional telah mengkonfirmasi penampilannya. Nantikan informasinya di media sosial Jazz Gunung Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News