Skenario terburuknya, rumah produksi hingga Mei mendatang terbata-bata memproduksi film. Kerja kolektif dengan sekurang-kurangnya 100 personel tak menjadikan physical distancing sebagai solusi.
Harapan baru diprediksi bakal terjadi setelah tiga bulan ke depan, merujuk pemberitaan masa penyebaran korona terkini. Direktur Komunikasi Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) sekaligus pengamat film Ade Armando mengatakan, para sineas harus bersiap ketika permintaan konten meledak saat virus korona mereda.
"Semestinya bounce up lagi ketika dulu pun setelah Perang Dunia II. Selalu ada siklus seperti itu. Begitu selesai masa krisis, orang menjadi lebih happy melihat dunia, lebih sering keluar rumah, makan, nonton. Dan biasa industri film itu salah satu yang akan justru dibanjiri oleh para penggemarnya segera sesudah krisis lewat," kata Ade Armando.
Bisa dimaklumi para bos produksi kini kelimpungan menghadapi efek domino pada proyek yang tengah berjalan. Penayangan sejumlah film kini ditunda seperti Guru Guru Gokil, Bucin, dan Tersanjung.
Produksi film Yowis Ben 3 ikut ditunda. Film Mariposa yang baru tayang 12 Maret 2020 juga turun layar sebentar mengikuti kondisi penutupan sementara jaringan-jaringan bioskop.
Penutupan bioskop mematuhi Surat Edaran dari Pemprov DKI Jakarta bernomor 60/SE/2020 tentang Penutupan Sementara Kegiatan Operasional Industri Pariwisata dalam Upaya Kewaspadaan Terhadap Penularan Infeksi Corona Virus Disease (Covid-19).

Film Bucin tunda penayangan karena korona (Foto: rapi fims)
Meski pada kenyataan di lapangan tak bisa mengelak berhenti, Ade Armando melihat ini sebagai peluang pelaku kreatif menyiapkan lebih banyak ide dan konten segar. Menuruntya, virus korona tak betul-betul melumpuhkan pergerakan industri hiburan.
"Sekarang enggak perlu buru-buru lagi bikin film, saking bioskopnya juga enggak ada. Barangkali bisa lebih menyiapkan film dengan lebih serius, waktunya lebih lama, enggak usah buru-buru," kata Ade Armando.
Berdasarkan asumsi waktu penyebaran virus korona, selepas Lebaran bisa menjadi momentum menerbitkan konten. Pada masa ini bagian produksi dan distribusi perlahan kembali berjalan. "Ketika itulah strategi untuk pemasarannya sudah diperkuat," kata Ade Armando.
Namun, di sisi lain jangka waktu tiga bulan bukan prediksi pasti. Sebab berkaca pada China sebagai episentrum pertama penyebaran virus korona, pembukaan kembali bioskop sejak status gawat diturunkan tak memberi dampak baik.
Lebih dari 500 bioskop yang kembali dibuka tak memberikan pendapatan yang diharapkan. Dilansir dari Variety, 26 Maret 2020, pendapatan bioskop pada akhir pekan pertama dengan rata-rata minus satu penonton per film, secara kolektif memeroleh hanya USD10 ribu setara Rp162 juta.
Sehari setelahnya, China memutuskan kembali menutup bioskop skala nasional. Seorang praktisi bioskop mengungkapkan kepada Variety, bioskop diprediksi tak akan kembali dibuka sedikit demi sedikit tetapi dibuka seluruhnya serentak dari kebijakan pemerintah pusat.
Momentum bagi Streaming OTT
Layanan streaming OTT menjadi tempat pelarian aktivitas ketika berada di rumah. Tanpa harus berkumpul dan melakukan physical distancing sudah dapat menyaksikan hiburan melalui layar smartphone.
Bisa jadi, ada opsi pelarian kepada OTT atau kembali pada layanan streaming ilegal. Pada layanan OTT masa ini dinilai menjadi momentum sejumlah platform menarik pelanggan sebanyak-banyaknya.
"Masa darurat seperti ini tidak bisa dijadikan indikator dan sebetulnya kalau ada streaming legal yang menggratiskan itu dalam rangka meraih pelanggan sebanyak-banyaknya. Orang dibiasakan diberi semacam makanan pembuka lalu orang akan beramai-ramai datang," kata Ade Armando.
Hingga saat ini layanan OTT yang memberikan akses gratis sementara adalah GoPlay dan Iflix. Netflix masih gencar membidik pecinta film Korea melalui judul-judul baru yang ditawarkan. Sementara Viu tengah menambah kerjasama penayangan konten Asia untuk memperkuat entitasnya yang sejak awal merilis judul-judul konten Asia, termasuk Korea.
Ade Armando berpendapat, momen ini juga bisa menjadi ajang perencanaan baru kebijakan pemerintah terhadap platform Netflix. Pergerakan Netflix kurang ramah di Tanah Air sejak provider raksasa di Indonesia, Telkomsel memblokirnya. Netflix juga masih diburu persoalan pajak.
"Kita bicara mainstream sudah dibikin legal, yang legal ini perdebatan dengan Netflix harus segera diselesaikan. Mungkin ini adalah masa-masa di mana para pihak itu bisa berpikir dengan lebih terencana agar segera setelah krisis ini berakhir semua pihak bisa mengembangkan roda ekonomi dengan lebih optimal," kata Ade Armando.
Soal streaming ilegal kembali pada upaya pemberantasan. Menkominfo Johnny G Plate sejak awal penyebaran korona telah memperingatkan untuk tidak mengakses layanan ilegal. Hal tersebut perlu diperangi bersama antara pemerintah dan masyarakat. Sementara budaya konsumtif masyarakat dengan akses gratis sulit dilepas.
"Tentu saja kita harus akui bahwa selalu akan ada demand untuk yang ilegal ini. Tapi demand pada saat yang sama sulit juga untuk sepenuhnya memberantas," kata Ade Armando.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News