Penyair yang sajak-sajaknya selalu menggetarkan hati dan jiwa ini menghembuskan napas terakhirnya saat usianya baru beranjak 27 tahun.
Muhammad Damhuri, seorang sastrawan, menjelaskan perceraian Chairil dengan istrinya, Hapsah Wiraredja, ternyata mempengaruhi pola hidup dan karyanya.
"Bahkan kondisi kesehatannya pun menurun drastis," kata Muhammad di Metro TV beberapa waktu lalu.
Menurut Muhammad, Chairil dan Hapsah kerap bertengkar karena ia tidak bisa melakoni tanggung jawab sebagai suami dengan baik. Pada akhirnya perceraian pun menjadi pilihan terakhir.
Pasca-perceraian, lanjut Muhammad, Chairil selalu merindukan Hapsah dan putri semata wayangnya, Evawani Alissa. Sehingga memunculkan gagasannya untuk membukukan semua sajak-sajaknya yang terkumpul dalam bentuk lembaran tulisan tangan.
"Ide membukukan buku itu karena Chairil ingin royalti yang didapatkan dapat digunakan untuk menikahi istrinya kembali. Untuk memperbaiki keluarganya yang berantakan," tambahnya.
Sayang, Chairil tidak pernah melihat bukunya terbit, tidak pernah menikmati dan melihat orang-orang membahas bukunya, tidak pernah melihat orang membacakan puisi-puisi karangannya, serta tidak dapat memperbaiki masalah di keluarganya.
Pelopor Sastra Nusantara ini meninggal dunia pada 23 April 1949 setelah lima hari diopname dan dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta.
Pemilihan tempat terakhirnya bukanlah tanpa alasan. Karet disebut-sebut dalam sajak terakhir yang dibuatnya, Yang Terampas dan Yang Putus.
Di Karet, di Karet (daerahku y.a.d)
Sampai juga deru dingin
(Sumarni)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
