Mark dan Nick putus sekolah. Mark lulusan sekolah dasar, sedangkan kakaknya, Nick, bersekolah sampai kelas satu SMP. Selebihnya, mereka membiarkan diri ditempa kehidupan. Kerja serabutan, belajar dari apa saja yang bisa dipelajari. Sampai akhirnya menemukan jawaban hidup; musik.
Musik telah menyelamatkan hidup jutaan orang dengan latar belakang kisah nelangsa mereka masing-masing. Dan kali ini, musik melakukannya untuk Mark dan Nick.
Perjumpaan pertama Mark dan Nick dengan instrumen musik berawal dari sebuah keyboard milik relasi keluarga yang dititipkan di kediaman mereka. Karena tak kunjung diambil kembali, keyboard itu menjadi mainan Mark dan Nick yang banyak waktu luangnya. Mereka mengutak-atik, mencoba berbagai fitur dari keyboard itu sampai akhirnya fasih memainkannya.
"Dulu orang tua cerai, terus kondisi finansial terus memburuk. Susah banget. Ibu ngekos, bapak juga. Kami pindah-pindah, kadang ikut ibu kadang ikut bapak. Bersyukur pas SD sekolah dengan kurikulum Australia jadi bisa bahasa Inggris."
"Cuma setelah itu enggak lanjut. Karena kalau ke sekolah negeri harus ngulang dan enggak ada duit juga sebenarnya untuk sekolah. Akhirnya belajar banyak di rumah, baca buku," kata Mark.
Kisah ini bukan seperti cerita Cinderella yang berubah nasibnya dalam satu malam. Melainkan cerita tentang perjuangan tak berkesudahan atas nama keyakinan pada musik yang menyelamatkan. Musik bagi Mark dan Nick bukan semata kegiatan sampingan untuk sekadar mengisi waktu luang tanpa tujuan, tetapi untuk hidup dalam arti sesungguhnya. Sebab mereka tak punya pilihan lain selain bermusik.
Mark sempat mencoba peruntungan lain dengan pergi ke Inggris untuk kerja serabutan selama satu tahun. Di sana Mark ngamen di jalanan dan bekerja sebagai pelayan di restoran. Uang hasil bekerja di sana dia gunakan untuk membeli laptop Apple rekondisi yang menjadi modal untuk membuat musik. Tak kuat hidup di perantauan, Mark kembali ke Bali. Dia melanjutkan hidup dengan menjadi musisi kafe.
Semesta mulai memberi jalan untuk Mark dan Nick. Pada 2018 mereka diperkenalkan dengan James Sukadana. Seorang blasteran Australia yang punya mimpi sama, bermusik. James sebenarnya punya kesempatan pendidikan yang baik di Australia, tetapi Bali terus memanggil dan dia memilih menggadaikan jiwanya pada musik. Mereka akhirnya sepakat membentuk MANJA, nama yang diambil dari singkatan penggalan panggilan mereka bertiga, MArk-Nick-JAmes. Tetapi, nama MANJA juga punya filosofi yang dalam. Ini jadi sugesti penting bagi mereka untuk melayarkan MANJA.
"Dalam bahasa Tamil itu, 'Manja' artinya benang gelasan. Kalau yang kita pakai simbolnya selama ini, benang gelasan ini yang mengikat manusia dengan mimpinya. an Ini juga kan ada konotasi berjuang juga di sana gitu, karena benang gelasan itu dipakai untuk beradu (layangan). Kalau layangan itu ibarat mimpinya, manusianya di Bumi, yang mengikat manusia ke mimpinya, ya manja-nya, benang gelasan itu," jelas James.
Kesempatan-kesempatan baik datang beruntun sejak awal kelahiran MANJA. Mulai dari dukungan proses pengkaryaan dan mentoring oleh Dadang Pranoto (Navicula), sampai bergabung dengan 12Wired (label yang juga menaungi Voice of Baceprot). Kini, MANJA tengah menyiapkan album debut mereka dengan Brian Kresna Putro eks drummer Sheila On 7 sebagai produser.
Identitas MANJA
Meski latar belakang kehidupan Mark dan Nick keras, bukan berarti karya-karya yang dilahirkan MANJA merujuk ke sana. Sebaliknya, MANJA justru berkomitmen menulis karya yang dapat menopang semangat pendengar mereka untuk melanjutkan hidup secara optimis. MANJA juga mengangkat tema-tema romansa yang cukup liar, seperti single terbaru mereka, "Last Night's Kiss.""Musik kami uplifting, bukan berarti kami ceria terus ya. Itu kan mustahil ya ceria terus. Uplifting lah gitu, walau lagi susah atau hidup lagi galau pasti ada jalan keluarnya gitu. Ambil sisi positifnya. Kami mimpinya didengerin oleh sebanyak mungkin orang dan kalau misalnya nanti kita bisa didengerin oleh banyak orang setidaknya kita bisa ngasih dampak yang positif," beber Mark.
Sebagai band baru, apa yang didapat MANJA tak terlalu buruk. Single-single mereka cukup mendapat angka di platform streaming dan YouTube. Tetapi ini tentu tidak bisa dijadikan jaminan kesuksesan mereka di industri. Jalan MANJA masih panjang. Mereka masih harus membuktikan bagaimana album debut mereka bekerja nanti, dan juga karya-karya setelah itu.
Bicara identitas, MANJA beruntung. Meski seluruh personel blasteran, mereka sudah selesai dengan pencarian jati diri. Ini tentu tidak mudah. Mereka menghadapi isu-isu kultural yang mungkin membawa perspektif berbeda dan memengaruhi aspek kreatif MANJA.
"Salah satu orang tua kita orang luar. Tetapi rumah kita di sini. Aku pribadi pernah coba tinggal di Australia, di Sydney. Tetapi tidak bisa. Rumahku di Bali," kata James.
Mark sendiri punya pengalaman yang relevan soal identitas. Beruntung, dia punya mental dan keyakinan yang kuat tentang siapa dirinya.
"Aku di sini tidak dianggap orang Indonesia beneran, tetapi di luar negeri ketika aku di Inggris, aku tidak dianggap bagian dari mereka (orang Eropa), (karena fisik) aku dianggap orang Latin. Kalau diri kita tidak yakin dengan identitas itu bisa kacau. Tetapi dari dulu aku yakin dengan identitasku sebagai orang Indonesia."
Bukti bagaimana MANJA punya identitas yang kuat diceritakan James lewat salah satu lagu mereka yang akan masuk ke dalam album debut mendatang. James tumbuh dengan identitas kultural Bali dan itu telah menjadi bagian alam bawah sadarnya dalam berkarya.
"Seperti salah satu lagu di album nanti ada yang tentang Dewi Saraswati. Dewi Saraswati itu sebenarnya dewi ilmu pengetahuan, dan juga seni. Biasanya orang-orang yang sembahyang ke Dewi Saraswati itu yang lagi mencari jati diri. Jadi ada satu lagu yang juga bakal ada di album itu yang aku persembahkan untuk Dewi Saraswati," kata James.
Akankah MANJA benar-benar menjadi pengikat mimpi tiga personelnya untuk terbang tinggi seperti makna nama mereka? Dan apakah musik akan terus menyelamatkan Mark, Nick, dan James? Semoga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id