Ketika muncul, musik Shark Move melawan selera kebanyakan. Benny Soebardja, lead vokal grup itu memang tidak terlalu peduli dengan pertanyaan siapa yang mau menerima musik mereka. Ketika menggarap album Ghede Chokra's, Shark Move asyik memanjakan ekspresi sendiri. Benny menyebut bermain musik hanya sekadar hobi.
Lantaran begitu, Ia tidak rela menyodorkan musiknya dijamah uang para produser yang gandrung lirik-lirik melow dan cinta-cintaan. Shark Move ia giring untuk terpisah dari arus utama musik Indonesia, berbeda dengan warna band pertamanya, The Peels.
Saat bersama The Peels, Benny hanya memainkan lagu-lagu yang sudah terkenal. Penampilan Benny dan rekan-rekannya yang masih pelajar SMA saat itu sudah dapat sambutan bagus.
Saat di Singapura untuk liburan, The Peels tampil di acara Panggung Negara dan menerima sejumlah permintaan untuk main di panggung-panggung lain. Mereka pun membuat album, sehingga lahirlah album The Peels By Public Demand In Singapore pada 1967.
Foto mereka di album itu menunjukan The Peels juga terkena demam The Beatles. Benny dan kawan-kawan bergaya dengan rambut poni dan kostum army look.
Ketika popularitas The Peels mulai menanjak, Benny meninggalkan band. Ia dan pemain kibor, Soman Lubis tidak puas hanya memainkan lagu-lagu orang. Mereka ingin tampil dengan lagu sendiri. Pilihan mereka pun ke musik yang lebih memacu adrenalin yaitu rock.
"Perpindahan grup dari Peels ke Shark Move melalui satu proses. Saya dan Soman menginginkan suatu yang berbeda dari yang sebelumnya kami kerjakan. Kami ingin memainkan lagu karya sendiri," kata Benny Soebardja kepada Metrotvnews.com.
Lahirlah album Ghede Cokra's. Ghede Cokra's adalah dua kata yang diambil dari bahasa India. Bila di-Inggriskan artinya 'great seasson'. Musim bagus, begitu kira-kira. Benny menciptakan Butterfly, Evil War, My Life, dan Insan. Janto Diablo menulis Madat, sementara Soman membuat satu lagu berjudul Bingung di album yang muncul pada 1973 itu.
Album itu digarap Benny Soebardja bersama Soman Loebis (kibor), Janto Diablo (bass), Bhagu Ramchand (vokal/produser), Samy Zakaria (drum).
Bhagu Ramchand, seorang pengusaha, yang memberikan titel Ghede Cokra's. Kebetulan dia keturunan India. Anehnya, selera juragan kain di Alun-Alun Bandung itu tidak seperti orang bisnis kebanyakan; mengikuti selera pasar. Dia justru hobi menantang.
Ia cukup gila -- untuk ukuran zaman dulu, bahkan era sekarang -- dengan mencukongi Benny Soebardja, Soman Lubis, Janto Diablo dan Sammy Zakaria, menjual musik yang potensi tidak lakunya cukup besar.
"Bhagu pengusaha tekstil yang suka musik rock. Dia pernah studi di Gandhi School jadi bahasa Inggrisnya bagus. Bhagu membuat lirik My Life, Evil War dan Wanna Only You yang melodinya saya buat, lirik dibuat sama-sama di kamar tidur saya di rumah Jalan Uncal No 1 Bandung. Waktu itu saya masih mahasiswa Fakultas Pertanian Unpad. Setelah toko tekstilnya tutup, Hampir setiap malam Bhagu datang ke rumah saya untuk mengulik lirik buat lagu-lagu saya," kisah Benny.

Benny, Janto, Bhagu, Soman dan Sammy. (Foto:Repro)
Bila menengok-nengok, perkembangan musik di Tanah Air pada era itu, boleh dibilang apresiasi musik nonmainstream belum punya banyak tempat di kalangan anak-anak muda terpelajar. Musik easy listening, yang berkutat di skala mayor cukup memuaskan kuping rata-rata anak-anak muda saat itu.
Pada dekade 70-an, di barat, gaya progresif rock mewabah, dan masuk ke Indonesia. Tetapi dengan keterbatasan teknologi, infiltrasi trend ini tidak menjalar cepat dan dalam.
Benny dan Soman adalah segelintir kalangan yang bersentuhan dengan referensi kekinian musik di eranya. Meski terbatas, mereka masih bisa mendengarkan piringan hitam Jethro Tull, Yes, Procol Harum, Beatles, Pink Floyd, Uriah Heep, Cream dan lain-lain. Benny dan rekannya di Shark Move, juga menganggap ekspresi musik rock,yang sekarang disebut psychedic atau artrock itu yang ingin mereka udarakan.
"Semua murni dari jiwa kami saat itu yang kebetulan berdasarkan situasi lingkungan yang mendukung sehingga menghasilkan musik yang sekarang disebut psychedelic atau art rock," ungkap Benny yang juga menyukai musik Koes Bersaudara.
Benny dan Soman kala itu masih berstatus mahasiswa. Benny kuliah di Unpad jurusan pertanian, sementara Soman adalah mahasiswa ITB. Benny mengajak Soman membentuk Shark Move karena kepiawaian anak Medan itu cocok dengan seleranya.
Soman punya bekal musik klasik yang kuat. Sentuhan kibornya membuat musik Shark Move punya rintihan yang magis seperti notasi-notasi yang ia tulis pada lagu Bingung. Di lagu Butterfly, solo kibornya membuat lagu itu seperti melayang-layang.
Sebab itu, Benny sempat kecewa ketika God Bless membajak Soman. Benny hilang gairah. Akhirnya Shark Move bubar. Baru satu tahun setelah itu, Benny bangkit lagi, tetapi bendera Shark Move ia lipat. Ia mempelopori lahirnya band baru Fantastique Grup. Benny juga sempat membuat proyek-proyek solo. Band terakhirnya adalah Giant Step, 1975--1985.

Benny Soebardja. (Foto: Djarumcoklat)
Benny menyingkir dari dunia musik, seiring dengan studinya yang rampung. Terakhir saat di Giant Step dia ikut menggarap album Gregetan pada 1985. Nomor Gregetan disisipkan karena permohonan produser agar musiknya lebih pasaran.
Lahirnya lagu Gregetan, seperti anak haram bagi Benny. Setelah itu ia mundur karena kapok ekspresi seninya diperkosa pengusaha musik." Saya enggak mau isi vokalnya. Yang nyanyi akhirnya Triawan Munaf (ayah Sherina Munaf). Habis album itu saya enggak mau lagi."
***
Ghede Cokra's Dirilis Label Jerman dan Kanada
Dalam kurun waktu 1973-`1974 itu, Ghede Cokra secara kuantitas hanya setitik warna di belantika musik Indonesia yang sedang menggeliat pasca tumbangnya Orde Lama. Lebih dari tiga dekade berlalu setelah album itu lahir, kini Benny masih melihat musiknya hidup.
Anak muda yang terpesona dengan erangan-erangan distorsi kasar nan jadul mencari-cari jejak-jejak Benny dan Shark Move-nya. Berkat internet, tak perlu punya piringan hitam dan kaset Shark Move untuk menikmati karya Benny.
Di Youtube, sejumlah orang yang memiliki koleksinya berbaik hati mengemasnya ke format digital sehingga anak sekarang pun bisa tahu, tentang apa Shark Move itu; lima anak muda yang berbicara di jalur yang sepi puluhan tahun lalu.
Shark Move hanya mencetak 100 piringan hitam. Meski begitu, di zaman Roma Irama masih perjaka gagah itu pun para pembajak menggarap Ghede Chokra's. Shark Move lantas membuat yang versi kasetnya. Dibuatnya tak banyak-banyak.
"Kami jalan sendiri mengedarkan dari toko kaset ke toko kaset. Sistemnya konsinyasi," kata Benny.

Foto: Amazon
Pada 2007, perusahaan rekaman dari Jerman, Shadoks Records tertarik untuk merilis ulang album Shark Move Ghede Chokra's.
Shadoks Records mengeluarkan LP dan CD pada 2007. Berarti sekitar 33 tahun setelah album Ghede Cokra's muncul. Setelah itu, giliran label musik di Kanada Strawberry Rain pada 2011 mengangkat Shark Move lagi kepermukaan. Kali ini karya-karya solo album Benny Soebardja yang diangkat ulang. Lizard Years (CD), Benny & Lizard (LP), Gut Rock (LP) dan Night Train (LP).
Strawberry Rain memang bukan pemain besar dalam industri musik global, hanya dedikasi label itu memang spesifik; membuat ulang rilisan musik langka dan berkualitas. Karya Benny yang tidak kedengaran di negeri sendiri, dianggap harta karun seni oleh orang-orang di Strawberry Rain.
Setelah itu Rockpod Records, merilis ulang album-album Benny Soebardja dengan vynil dan kaset; Shark Move Ghede Chokra's dan Giant Step, Giant On The Move. Langkah Rockpod juga disambut antusias. 500 rilisan per format habis dalam dua hari, meski tanpa publikasi besar. Rockpod adalah label yang didirikan Rhama Nalendra, anak kedua Benny. Rhama terpanggil untuk menyelamatkan karya-karya Benny. Kebetulan saat ini label yang sedang menggarap band Radio Moscow ini cenderung menggarap band-band berkurtur kuat.
Di belahan dunia lain, mereka yang bosan dengar lagu-lagu hits dari band yang itu-itu saja, memang mulai menggali-gali apa yang dimiliki negara 'obscure' seperti Indonesia. Mereka pun menemukan Shark Move, Benny Soebardja, Koes Plus, The Mercy's, AKA, yang menurut penyuka rock klasik, psychdelic dan semacamnya, punya sentuhan nada yang eksotis, ala Indonesia.
***

Benny Soebardja. (Foto: MTVN/Fitra Iskandar)
Musik yang abadi, tak lepas dari kadar kemurnian kreatifitas di mana ambisi mereguk keuntungan ditempatkan di belakang imajinasi. Benny sendiri enggan menjadikan musik sebagai sandaran hidup. Baginya, musik harus lahir dari sebuah ketulusan ekspresi. Rasanya, ia tak mau kompromi soal itu.
Untuk mencari uang, Benny bekerja sebagai orang kantoran di perusahaan agrikultur asal Inggris, seiring dengan masa studinya berakhir. Ia asyik dengan dunia 'normal'nya. Musik tetap menjadi hobinya, bukan ladang nafkah.
Ia sempat berkantor di Malang. Rekan sebandnya sampai harus ke sana hanya sekadar untuk latihan. Lama-kelamaan, Benny benar-benar mundur dari panggung. Benny fokus sebagai pegawai, lalu berbisnis furnitur. Setelah puluhan tahun vakum dari musik, apresiasi yang datang dari komunitas musik internasional dan lokal, membuat adrenalinnya terpompa lagi untuk beraksi di panggung.
"Itu mengagetkan saya. Kok ada orang luar apresiasi, sementara di Indonesia sendiri sudah dilupakan, tidak ada yang apresiasi sama sekali. Ya ini kami sambut dengan senang," ujar Benny yang kini berusia 67 tahun itu.
***

Benny Soebardja. (Foto: MTVN/Fitra Iskandar)
Bagaimana Shark Move menemukan musik yang cukup eksotis sehingga mengundang perhatian penikmat musik psychedelic atau art rock klasik dari luar negeri? Benny hanya menyebut saat proses kreatif, mereka hanya mengekspresikan apa yang mereka rasakan.
Benny belum terlalu sadar genre. Kebetulan apa yang dimainkan Shark Move, ternyata apa yang disebut psychedelic atau art rock. Seperti rock, lirik lagu Sharkmove mengangkat protes dan keresahan.
Benny mengangkat 'My Life' sebagai nomor yang melekat di hatinya. Lagu ini bercerita tentang orang yang tertekan. Begitupun lagu Bingung, yang ditulis Soman Lubis. Janto Diablo, pun mengangkat tema keresahan.
"Janto orangnya sensitif dengan lingkungan. Di lagu Madat, dia protes terhadap narkoba dan segala macam," cerita Benny.
Tumbuh di zaman 'generasi bunga' sedang mekar, Benny juga tampil dengan gaya rocker di era itu; Rambut panjang, jaket kulit, celana cutbray dan sepatu boot.
Inspirasi fesyen yang berkiblat ke musisi barat, seperti lagunya, ketika itu hanya bisa diraba-raba. Benny tak cukup banyak melihat majalah atau televisi untuk melihat musisi-musisi seperti Led Zepellin misalnya, saat pentas.
"Sejujurnya hanya feeling, jadi kalau kami membayangkan Led Zepellin main itu mungkin kayak begini. Dalam khayalan. Karena kami enggak lihat visualnya yang bisa kami serap. Betul-betul feeling. Tidak ada referensi nyata. Susah mendapatkan vynl, majalah luar terbatas banget," katanya.
Seperti anak muda lain yang gandrung modernitas, musisi barat menjadi rujukan. Tak ketinggalan gelombang pengaruh gaya hidup Barat. Benny menyaksikan betapa anak-anak muda era 70-an di lingkungannya hidup begitu ekspresif. Saat ingat itu, Benny geleng-geleng kepala. Matanya memandang kosong. "Anak sekarang bagus. Agamanya lebih bagus," kata Benny, setengah tersenyum.
Pun begitu Benny masih punya pagar. Berambut gondrong dan mencintai rock, tak membuat Benny jatuh ke pelukan Narkoba. Simpel saja masalahnya. Benny tipe anak muda yang juga memikirkan nilai akademis, selain menggilai rock. Ia masih memelihara kewarasannya daripada memanjakan sisi liarnya.
Benny Soebardja. (Foto:MTVN/Fitra Iskandar)
Komitmen bermusik tanpa pertimbangan komersil betul-betul membuat Shark Move berjalan di atas rock yang membangkang. Shark Move begitu bebas berekspresi, tidak hanya dari aransemen lagu-lagunya, tetapi juga artwork (gambar sampul) album.
Di eranya, rata-rata sampul album dihiasi foto personel band atau penyanyinya. Konsep Shark Move melawan kemapanan. Sampul depan album Ghede Chokra's adalah gambar surealis yang menampilkan lima pria bertelanjang dada menunggang hiu bersayap, memegang senjata untuk menyerang monster kalajengking.
Hiu bersayap itu lebih mirip ikan paus, sebetulnya. Tetapi itulah hiu versi imajinasi pembuatnya, seorang seniman dari Majalah Aktuil Choqie Samantha.
"Dari situ kami menceritakan bahwa misi band ini adalah ingin memberikan suatu yang progresif melawan kemapanan, makanya di sampulnya digambarkan lima orang seperti pahlawan (hero)," urai Benny.
Lima pahlawan yang digambarkan di sampul, adalah representasi dari para personel Shark Move yang berjumlah lima orang. Kini, hanya Benny Soebardja dan Janto Diablo yang masih hidup. Sammy Zakaria, Bhagu Ramchand dan Soman sudah tutup usia. Soman meninggal dalam peristiwa kecelakaan sepeda motor pada tahun 1980, saat berboncengan dengan drumer God Bless, Fuad Hasan.
Seiring usia, spiritualitas Benny lebih matang. Ia tak lagi suka nyeleneh, seperti ketika Remmy Silado mengarahkannya untuk berpose di kayu salib meniru The Messiah demi sampul album Benny Soebardja and Lizard. Benny kini lebih religius. Namun, Janto Diablo benar-benar memilih menepi dari musik dan mendalami dunia spritual.
Saat terbetik keinginan membangun lagi Shark Move di awal 2015, Benny tahu diri untuk tidak menarik-narik Janto kembali membetot bas. Tetapi, toh darah Janto tetap mengalir dalam nadi Shark Move. Anaknya Tiwi Shakuhachi, bersedia berkolaborasi dengan Benny mengusung Shark Move baru yang ia sebut Shark Move 2nd Life. Tiwi bermain kibor.
Shark Move 2nd Life melibatkan anak keduanya, Rhama Nalendra, mengisi posisi drummer. Sedangkan Audi Adhikara, menggantikan peran Janto Diablo, dan Johanes Jordan di posisi lead gitar.
Kehidupan kedua Shark Move. Benny menyebutnya demikian karena ia terinspirasi dengan pengalamannya sendiri. Pada 2012, Benny mengalami serangan jantung. Alhamdulillah, tuhan masih memberi rezeki umur lebih panjang. Tuhan seperti memberinya kesempatan kedua.
Shark Move 2nd life menjadi jejak baru yang coba ditorehkan Benny, setelah menghilang di panggung-panggung besar yang terakhir ia jalani bersama Giant Step. Ya, di panggung-panggung kecil, Benny memang masih sekali-kali tampil sekadar memuaskan orang-orang yang masih ingin bernostalgia dengan Shark Move or Giant Step.

Vynl Shark Move & solo Benny Soebardja (Foto: MTVN/Fitra Iskandar)
Di usinya yang menginjak 67 tahun, Benny masih bisa bersenang-senang dengan hobinya, rock. Meski suaranya tak setajam ketika puluhan tahun lampau, getaran suara Benny masih seperti anak muda yang senang mengerang, resah dan suka protes. Semangatnya jangan ditanya! Sang istri, Tria Harta sampai harus mengingatkan Benny tentang pesan dokter yang masuk ke HPnya agar Benny tidak mengumbar adrenalinnya.
"Ki, adrenalinnya dijaga, ini dokter bilang," kata Tria yang menyaksikan suaminya yang ia panggil 'Aki' ngeband di sebuah studio di Kebayoran Baru, awal September lalu.
Mendengar wanti-wanti istrinya, Benny yang baru menyelesaikan lagu My Life cuma senyam-senyum, kemudian menenggak air mineral botol. Sejurus kemudian, dia beraksi lagi menggeber nomor Decision, lagu dengan tempo menghentak-hentak yang dulu ia nyanyikan bersama Giant Step.
Benny memang begitu terlihat antusias mengawal kebangkitan Shark Move kedua ini."Ada semacam panggilan jiwa dalam diri saya," kata Benny bercerita.
Sementara cita-citanya tak terlalu muluk. Proyek Shark Move 2nd Life mendatang adalah bermain di berbagai pentas musik di Indonesia dan luar negeri. Setelah puas eksplorasi, Shark Move akan mencoba masuk ke studio menggarap album.
Meski terbiasa sebagai frontman di band-band lawasnya, Benny tak mau memonopoli karakter musik Shark Move 2nd Life. Moderat saja. Materi akan dibahas bersama. Semua punya peran untuk berkontribusi ide. Benny berharap musiknya nanti merepresentasikan musik zaman sekarang dengan polesan tahun 70-an.
Tak ada waktu pasti kapan album Shark Move 2nd Life akan lahir. Benny tak punya target tenggat waktu. Yang penting bagi Benny, bermusik hanya panggilan hati.
"Mengalir saja. Saya masih punya kesempatan menyenangkan orang," kata Benny.

VIDEO SHARK MOVE:
KLIK VIDEO: Kolaborasi Bapak dan Anak Lahirkan Kembali Band Legendaris
KLIK VIDEO: Benny Soebardja Musisi Antimainstream Era 70-an
KLIK VIDEO LIVE : My Life
KLIK VIDEO LIVE: A Fortunate Paradise & Air Pollution
KLIK VIDEO LIVE: Decision
KLIK VIDEO LIVE: Apatis
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id