Menyebut nama JK Records, kebanyakan orang memang lagu mengingat lagu-lagu pop era 1980-an. Pada masa itu, artis-artis pop di bawah naungan JK Records sangat terkenal. Tak hanya laris dari penjualan album, tapi juga meraih sejumlah penghargaan bergengsi kala itu.
Sejumlah album yang dirilis JK Records tercatat pernah mendulang prestasi emas di eranya. Perusahaan rekaman yang didirikan sejak 1982 itu melahirkan dan ikut membesarkan beberapa penyanyi yang sebagian kelak menyandang status legenda di Indonesia.
Sebut saja penyanyi seperti Chintami Atmanagara, Dian Piesesha, Heidy Diana, Meriam Bellina. Penjualan album Dian Piesesha Tak Ingin Sendiri mencapai angka tertinggi pada saat itu, hingga lebih dari tiga juta kopi.
Cintaku Cintamu Chintami
Judhi Kristianto, pemilik sebuah percetakan kerap mendapat pesanan mencetak sebuah sampul album kaset. Suatu hari, Judhi yang juga seorang fotografer berpikir, sampul album akan lebih laku jika penyanyinya juga ditunjang dengan wajah cantik, tak hanya sekadar pandai bernyanyi.
Judhi yang mengenal sejumlah model, melirik Chintami Atmanagara. Dia lalu mengajak Chintami menjadi penyanyi. Chintami sempat terkejut mendapat tawaran itu meski akhirnya menerimanya.
Judhi kemudian meminta musisi dan pencipta lagu, Maxie Mamiri untuk membuatkan lagu sesuai dengan keinginannya. Maxie sempat terheran-heran dengan permintaan Judhi itu karena terbilang tidak biasa. Maxie meminta bertemu terlebih dahulu dengan Chintami agar bisa menyesuaikan lagu dengan karakter vokalnya. Namun, Judhi bersikukuh meminta Maxie membuat lagu dengan judul Cintaku Cintamu karena sedari awal dia ingin Chintami yang menyanyikannya.
Cintaku Cintamu lalu dinyanyikan Chintami, memang terasa catchy dan 'menjual.' Itulah tapak pertama bagi Judhi, Chintami dan JK Records di industri musik Tanah Air.

"Papa saya sama Chintami pergi ke PRJ berdiri bawa kaset, jualan kaset di sana. Dulu belum ada yang seperti itu. Album itu lumayan laku untuk artis baru," kata anak Judhi Kristianto, Leonard Kristianto, saat berbincang dengan Metrotvnews.com di kawasan Tanah Abang, Jakarta.
Dari Chintami, Judhi merekrut beberapa artis seperti Dian Piesesha, Meriam Bellina dan yang lainnya. Judhi juga menjalin hubungan dekat dengan pencipta lagu andal seperti Pance, Obbie Mesakh, Deddy Dores.
Selama 1984-1990, hampir semua album produksi JK Records disebut mencapai penjualan tertinggi. Dalam perjalanannya, JK Records ikut andil bagi karier penyanyi lawas.

Kaset dan piringan hitam produksi JK Records (Foto: Metrotvnews/Elang)
JK Records hampir melahirkan penyanyi yang kelak begitu fenomenal di Indonesia yaitu, Nike Ardilla. Album pertama Nike sebenarnya direkam bersama JK. Nike yang masih berusia 14 tahun kala itu memakai nama Nike Astrina. Album yang dulu tak sempat dirilis itu baru diluncurkan JK pada tahun 2013.
"Lagu Bintang Kehidupan awalnya dibikin di studio saya. Saya masih simpan rekamannya lagu Bintang Kehidupan dengan vokal Deddy Dores. Tadinya mau saya kasih ke penyanyi lain. Tapi dicopot sama Deddy vokalnya, jadi buat Nike Ardilla," kata Judhi saat berbincang dengan Metrotvnews melalui telepon.
Meski identik dengan musik pop, JK Records juga menaungi artis dari genre lain seperti rock, keroncong, dan lainnya. Band rock, Giant Step sempat merilis satu album bersama JK. Band rock yang didirikan Deddy Dores, Jelly Tobing, Lipstick juga berada di bawah naungan JK Records.

Kaset Giant Step bersama JK Records (Foto: Metrotvnews/Elang)
Digitalisasi Memori
Perjalanan JK Records tak semulus yang dikira. Banyak faktor yang menyebabkan jalur produksi mereka harus terhenti pada 1995. Maraknya pembajakan hingga naik daunnya musik genre lain membuat JK Records perlahan menghilang.
Judhi bahkan sempat berpikir untuk menjual perusahaan rekaman yang sudah puluhan tahun dia dirikan. Judhi sudah tidak melihat prospek bagus di industri musik kala itu. Namun, harapan baru muncul di tangan Leonard Kristianto, yang merupakan putra Judhi sendiri.
"Saya memang sekolah musik di Berkeley. Pasion saya memang di musik. Tadinya saya tidak ada rencana pulang ke Indonesia. Tapi papa saya minta saya minta pulang ke Indonesia. Dia minta saya urus JK," kata pria yang akrab disapa Nyo ini.
Mengurus label rekaman yang lama tak terurus bukan perkara mudah. Industri musik di tahun 1990-an tentu berbeda dengan tahun 2010, ketika Leonard diminta mengambil alih JK Records. Belum lagi, teknologi dunia musik makin kencang berlari.

Studio tempat artis terkenal era 1980-an rekaman (Foto: Metrotvnews/Elang)
Leo sadar, JK Records sudah jauh tertinggal. Tapi, dia masih melihat secercah harapan dari jejak yang dulu diraih JK Records.
"Waktu sudah tidak terurus saja rilisan fisik JK masih menjual hingga tiga ribu. Apalagi kita urus. Itu artinya masih ada peminatnya," ujarnya.
Leo mulai bergerilya di media sosial. Dia coba memperpanjang ingatan orang tentang JK Records. Grup di jejaring sosial dia bangun. Yang awalnya hanya puluhan orang, kini sudah mencapai ribuan. Leo makin bergairah.
"Saya bilang, kalau saya urus JK saya harus tahu dulu. Saya pelajari tiga bulan. Saya lihat di sosial media. Kalau saya mau jualan, saya harus jualan dengan cara yang sekarang. Saya dapat kontrak dari Youtube sebagai premium partner, Spotify segala macam," katanya.

Leo juga membuka toko yang menjual rilisan fisik, suvenir dan merchandise artis-artis milik JK. Dia juga mulai bekerjasama dengan sejumlah e-commerce untuk menjual produk JK.
"Jadi selain jualan CD, VCD, jualan online juga. Saya pikir masih banyak penggemarnya," katanya.
Itu dari sisi pemasaran dan penjualan. Dari sisi internal, Leo merekrut orang-orang yang sejak dulu menjadi penggemar JK untuk ikut membantunya. Ada Rudi dan Stephen yang mengurus media sosial dan saluran Youtube milik JK. Modernisasi juga merambah bidang administrasi. Dia merekrut teman lamanya bernama Andi.
"Kita terusin yang sudah ada, tapi dengan cara yang baru. Kita coba penetrasi lewat sosial media agar anak muda sekarang tahu lagu yang dulu-dulu," lanjutnya.

Studer pita 2 inchi JKRrecords yang masih berfungsi baik (Foto: Metrotvnews/Elang)
Leo juga melakukan digitalisasi master rekaman milik JK Records. Menurut Leo, ada 9 ribu lagu yang harus ditransfer dari analog ke digital. Leo sebenarnya bisa saja hanya memilih penyanyi atau lagu yang menurutnya potensial dijual kembali. Tapi, dengan me-mastering ulang semua lagu milik JK Records, dia ingin menghargai perjalanan musik artis JK. Karena itu artinya ikut melestarikan sejarah musik Indonesia pula.
Karena banyaknya lagu yang harus dialihkan ke digital, prosesnya belum selesai hingga sekarang. Saat Metrotvnews berkunjung ke studio yang ada di lantai 2 dan 3, proses digitalisasi sedang berlangsung.
Seorang operator sedang sibuk mengawasi mastering ulang. Pita rekaman analog diputar kemudian direkam ulang. Leo juga menunjangnya dengan teknologi terbaru dari ProTools sehingga kualitasnya terjaga.

Proses digitalisasi sedang berlangsung (Foto: Metrotvnews.com/Elang)
"Semua kita mastering ulang. Semua musik apa adanya, sama dengan dulu. Tapi kalau ada projek khusus musiknya kita ubah atau aransemen ulang," katanya.
Maret 2016, JK Records merilis album terbaru dari Dian Piesesha yang berjudul Aku Ingat Dirimu. Sebelumnya, JK di bawah Leo sempat merilis album Hanya Satu Nama milik Nike Astrina (Nike Ardilla) pada 2013, dan album Bila Kau Rindu Sebut Namaku milik Wahyu OS.
Ke depannya, Leo berencana meminta Jubing Kristianto untuk membawakan lagu-lagu milik JK. Dia juga menyiapkan album kompilasi lagu-lagu pop lawas milik JK yang dinyanyikan sejumlah band indie.
Dari segi musik dan penyanyi, Leo sengaja tak mau melakukan perombakan besar. Dia ingin tetap menjaga karakter musik pop khas JK tanpa harus mengikuti selera pasar.
"Saya optimis sekali bukan karena ego saya. Tapi saya percaya, musik ini ada alamnya sendiri," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News