Formasi Efek Rumah Kaca dalam album Rimpang (Foto: dok. Efek Rumah Kaca)
Formasi Efek Rumah Kaca dalam album Rimpang (Foto: dok. Efek Rumah Kaca)

Tentang Rimpang dan Bagaimana Efek Rumah Kaca Menjaga Kemarahan lewat Akal Budi

Agustinus Shindu Alpito • 27 Januari 2023 16:12
Apa yang kita harapkan dari album penuh keempat Efek Rumah Kaca? Tentu saja jawaban-jawaban dari pertanyaan itu tak akan pernah sama datang dari tiap kepala. Tetapi, saya yakin beberapa di antaranya adalah harapan akan kemarahan yang masih terjaga. 
 
Selama delapan tahun - selepas album Sinestesia (2015) - Efek Rumah Kaca seperti mengendapkan kemarahan, kejernihan bernalar, dan kedalaman pikir. Tentu kemarahan yang dimaksud bukan semata protas-protes atau menuding-nuding siapa yang paling salah. 
 
“Sejak 2016 kami secara perlahan mengumpulkan materi, merekam, mengaransemen, mendengarkan berbagai hasil rekaman, membongkar ulang, lalu menyelesaikan proses rekaman, yang ternyata tak ‘mudah’. Sepuluh lagu berhasil kami selesaikan dengan susah dan payah, selain sukacita tentunya,” kata vokalis dan penulis lagu utama, Cholil Mahmud.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Rimpang, album penuh ke-empat Efek Rumah Kaca yang dirilis 27 Januari 2023, masih menyimpan kemarahan itu, kemarahan-kemarahan yang mereka tebar sejak album self-titled enam belas tahun silam. Namun, dengan segala kedewasaan dan kematangan Efek Rumah Kaca, kemarahan itu bukan disembur ke segala arah dengan racauan dan teriakkan penuh emosi. Kemarahan itu juga bukan seperti rentetan senapan yang menyalak tanpa henti, melainkan lewat pikiran sehat yang lugas, tajam, dan penuh ketenangan. 
 
Dibuka dengan "Fun Kaya Fun" sebuah track yang menyibak cakrawala Rimpang. Cerminan tentang apa yang terjadi hari ini, ditangkap, dicerna, dan diendapkan dengan baik. "Fun Kaya Fun" melihat bagaimana teknologi merasuk sangat dalam pada sendi-sendi ekspresi seni manusia. "Akhirnya bunyi-bunyi termesinkan kini. Ekspresi emosi, ragawi, rohani," pekik Cholil.
 


 

Pada bagian akhir, Cholil sebagai penulis lagu dan lirik menutup fragmen kisah manusia dan peradaban teknologi itu dengan pernyataan mendasar dan reflektif, "Seisi dunia memahami kita, teknologi kan mengerti kita, masa depan bagaimana kita."
 
Dari penggalan-penggalan lirik di atas tentu saja kita dapat melihat bagaimana Efek Rumah Kaca mencapai titik kematangan baru, khususnya Cholil sebagai penulis utama. Bukan berarti pada album-album sebelumnya kematangan itu belum dicapai, tetapi Rimpang seperti sebuah racikan yang serba pas takarannya. Tanpa tendensi dan upaya untuk menonjolkan salah satunya - entah musik, tema, diksi, dan lain-lain yang menjadi organ lagu. Rimpang mengingatkan kembali pada istilah "pop-minimalis" yang sempat lekat pada Efek Rumah Kaca di dua album pertama. 
 
Salah satu nuansa kental dari Rimpang adalah eksplorasi sonik yang lebar dalam spektrum yang terjaga. Tentu ini tidak lepas dari bergabungnya Reza Ryan ke tubuh Efek Rumah Kaca. Lama dikenal sebagai gitaris jazz yang eksploratif, Reza memberi nyawa tersendiri dalam Rimpang.
 
Album ini sekaligus sebagai album pertama Efek Rumah Kaca tanpa keterlibatan Adrian Yunan yang hengkang pada 2017 karena kondisi kesehatan.
 
“Ini merupakan album penuh pertama kami tanpa Adrian Yunan, yang sidik jarinya begitu tebal dalam lagu maupun lirik ERK yang lalu. Namun begitu, kehadiran Poppie Airil dan Reza Ryan membuat kami mampu melangkah ke wilayah-wilayah yang belum pernah kami jelajahi sebelumnya, sehingga membuat Rimpang menjadi album yang (kami rasa) berbeda dari album-album kami sebelumnya. Semoga, begitu juga album-album berikutnya, akan tetap menjelajah,”
lanjut Cholil.
 
Tentang Rimpang dan Bagaimana Efek Rumah Kaca Menjaga Kemarahan lewat Akal Budi
 
Tak sekadar kritik sosial, Rimpang mengakomodasi track-track reflektif dan otokritik akan sikap kita dalam berkehidupan yang dalam bingkai sosial makin menjijikkan. Track "Ternak Digembala" misal, memberi analogi sikap manusia yang makin seperti ternak. Tak ada pendirian, hidup bergantung, sana-sini tanpa tujuan pasti. Saya membayangkan lagu ini relevan dengan kelakuan mayoritas yang represif dan saling mengekor tanpa peduli substansi, apalagi akal budi. Sebuah anthem yang menampar diri. 
 
Rimpang juga memuat single "Heroik" yang telah dirilis September 2022. Single tentang rasa muak pada narsisime selebritas, pejabat, juga retorika bodoh pengambil keputusan, menjadi pilar penting Rimpang sebagai album yang menjaga kemarahan Efek Rumah Kaca.
 
Kemarahan paling lantang terdengar dalam track "Bersemi Sekebun" yang memperdengarkan sajak Morgue Vanguard. Track ini sekaligus sebagai pengingat bahwa perjuangan acap kali menemui jalan sunyi tak berujung, satu-satunya pilihan bagi kita adalah bertahan. "Kawan yang perlahan padam; Yang meranggas datang dari waktu-waktu terbenam. Biarkan mengakar saat temaram. Tak apa mengakui ringkih di palagan. Bertahanlah sedikit lebih lama. Tumbuhlah liar serupa gulma," tukas Morgue Vanguard yang juga menyuplik perjuangan para mahasiswa 98 dalam menumbangkan orde baru.
 


 

Album Rimpang ditutup dengan "Manifesto" sebuah track colling down dari segi aransemen, namun tetap tajam dalam lirik. Track ini sekaligus menjadi pembungkus yang manis, menebalkan kembali pernyataan diri Efek Rumah Kaca, yang dalam karya-karyanya juga menjadi penjaga nalar bagi kehidupan sosial kita yang kerap bertingkah tak masuk akal. "Sejak pecah ketuban, lami lafalkan epos kesahajaan. Biar keras menulang, liat menantang, kecamuk di kehidupan," bunyi penggal pertama "Manifesto."
 
Dua dekade lebih dengan empat album penuh, bagaimana Efek Rumah Kaca menjalar bukanlah perihal estetika bunyi semata. Tetapi tamparan bagi diri kita sendiri untuk tetap bangun, menyadari sekitar yang tak baik-baik saja dan akal budi yang semakin erosi.
 
 
 
 
(ASA)




LEAVE A COMMENT
LOADING

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif