Sastra dalam Sinema

Pelangi Karismakristi • 25 Maret 2015 20:50
medcom.id, Jakarta: Inspirasi karya sastra terhadap film bagai tak ada habisnya. Sangat banyak film yang diangkat dari karya sastra, baik novel maupun puisi. 
 
Salah satu yang terbaru adalah "Bulan di Atas Kuburan". Bagi para penggemar karya sastra, pasti langsung mengenali bahwa judul film yang akan ditayangkan perdana pada 16 April 2015 tersebut adalah syair dari sajak berjudul "Malam Lebaran" karya Sitor Situmorang.
 
Film dengan judul dan berangkat dari inspirasi yang sama pernah digarap oleh Alm. Asrul Sani pada 1973 silam. Film yang berkisah tentang perjuangan tiga pemuda dari Samosir dalam mengejar mimpi-mimpi mereka di Jakarta itulah yang menginspirasi Tim Martindas.

"Isu urbanisasi masih relevan. Maka dari itu kita ingin ngangkat tema ini. Film ini juga penghormatan kepada Asrul Sani," jelas Tim yang menjadi producer "Bulan di Atas Kuburan".
 
Tokoh dalam film remake ini tetap tiga sekawan Sahat, Tigor dan Sabar. Pemeran masing-masing adalah Rio Dewanto, Dony Alamsyah dan Tio Pakusadewo. 
 
Di dalam pemilihan pemain, tim produser dan sutradara sangat berhati-hati bahkan kritis. Mereka tidak mau mutu karyanya di bawah karya Asrul Sani yang didukung oleh para pemeran karakter berkualitas.
 
Tentu akan ada hal-hal baru untuk membedakan "Bulan di Atas Kuburan" dari pendahulunya agar jalan ceritanya lebih nyambung dengan perkembangan terkini. "Remi Silado sebagai capres, kita ingin menampilkan unsur politik. Lalu ada tokoh Anisa yang sukses menggambarkan kerasnya Jakarta," papar pria berkemeja putih ini.
 
Berperan sebagai pemuda Samosir, bagi Rio 'Sahat' Dewanto adalah tantangan terberat. Meski sempat melewatkan masa kecilnya di Medan, namun itu sudah sangat lama berlalu.
 
"Kan aku orang Jawa, ngomongnya gak meledak-ledak seperti Batak. Aku banyak belajar dari istri yang orang Batak," ujar Rio memperistri Atiqah Hasiholan, putri seniman Ratna Sarumpaet.
 
Khusus untuk Remy Sylado, adalah sastrawan yang terhitung sering berkiprah di film. Penulis novel "Kerudung Merah Kirmizi" ini sangat bersemangat terlibat dalam pembuatan ulang film yang inspirasi awalnya adalah puisi favoritnya.
 
"Masalah kemanusiaan bisa sama, tapi kultural dan politik berbeda. Makanya penulis naskah menaruh tokoh baru, yaitu yang saya perankan. Tapi masalah urbanisasi sampai sekarang masih ada, ini yang ditonjolkan," kata pria kelahiran Makassar ini.
 
Remy pun mengenang ketika dirinya semasa mahasiswa mengetahui ada sajak seunik "Malam Lebaran", syairnya hanya satu kalimat. Keherannya berubah menjadi kekaguman luar biasa kepada Sitor Situmorang setelah mendapat penjelasan tentang proses pembuatan dan dalamnya makna dari satu kalimat "bukan di atas kuburan".
 
Merujuk pengalamannya di masa lalu, Remy menduga boleh ada akan ada saja yang menduga "Bulan di Atas Kuburan" adalah film horor. Untuk menepisnya, maka sosialisasi massif melalui social media menjadi andalan tim produksi untuk berpromosi dan menarik penonton.
 
Penasaran dengan kelanjutan perjalanan ini? Simak bincang-bincang Yovie Widianto bersama Rio Dewanto, Tim Matindas dan Remy Sylado dalam IDEnesia di Metro TV pada Kamis (26/3/2015) pukul 22.30 WIB. 
 
Jangan lupa, ikuti kuis IDEnesia dan Galeri Indonesia Kaya dengan follow twitter @IDEnesiaTwit atau @IndonesiaKaya
 
Ingat, ada bingkisan menarik bagi pemenangnya.
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LHE)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan