"(Waktu bermain FTV), sleknya sudah enggak, tapi waktu syuting itu, kami baru kembali (berefleksi). Ternyata yang lain sakit hati ke saya karena ini, yang lain sakit hati karena ini," kata Fadly kepada Medcom.id dalam jumpa pers di SCTV Tower Jakarta, Selasa, 7 Agustus 2018.
Momen refleksi bisa terjadi karena setiap personel melakukan sesi wawancara terpisah dengan penulis naskah Lintang Pramudya Wardhani. Penyutradaraan ditangani Hanny R Saputra.
"Waktu membuat naskah FTV ini, masing-masing curhat ke penulis naskah dan terpisah, enggak bareng-bareng. Semua dikeluarkan, apa hal-hal yang enggak suka. Waktu kami syuting, kami baru tahu, ternyata kami hilang di sini. Kami pernah bikin kesalahan ke yang lain di sini. Posisi penyembuhan ada di situ," ungkap Fadly.
Kenapa film televisi?
Menurut Fadly, waktu itu mereka juga pernah mendapat tawaran proyek dokumenter. Namun film televisi dipilih karena bisa tersebar lebih luas lewat siaran televisi. Film dua episode ini menjadi medium yang nyaman bagi para personel Padi untuk bisa bercerita tentang masalah internal yang mereka hadapi sebagai grup musik.
"Lebih mudah di sini karena posisi FTV lebih menyebar ke seluruh Indonesia sehingga sobat Padi bisa mendapat gambaran. Setidaknya mereka tahu, bahwa di dalam Padi itu tidak mudah," terang Fadly.
Padi terbentuk pada 1996 dan telah merilis lima album penuh sejak 1999. Album kelima Tak Hanya Diam dirilis pada 2007. Sebelum hiatus pada 2011, mereka sempat merilis album kompilasi lagu-lagu terpopuler dari kelima album.
Padi aktif lagi sebagai Padi Reborn pada penghujung 2017. Rencananya, mereka merilis singel baru tahun ini dan album baru tahun depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News