Pertama, kreator perlu mengetahui konsekuensi yang akan dihadapi ketika mengangkat satu isu sosial. Sehingga tidak kaget ketika filmnya mendapat perlawanan dari masyarakat tertentu.
Selain itu, sineas tidak bekerja sendiri. Dia perlu memperhatikan keselamatan pihak yang terlibat dalam proyek filmnya, termasuk keselamatan kru.
"Ketika saya diancam mati waktu syuting saya tahu cara strateginya, networking kepada KPK dan pihak-pihak tertentu," kata Garin Nugroho dalam peluncuran Anti Corruption Film Festival, Rabu 19 Agustus 2020.
Kreator perlu menentukan sikap dan cara pandang untuk menjauhi konsekuensi tersebut. Kemudian, penyampaian isu sensitif bisa menggunakan humor atau genre komedi. Selebihnya, tergantung keputusan sineas tersebut.
"Saya mau jadi witnesses (saksi) dan itu adalah harkat saya, jalankan, konsekuensi saya sudah tahu tapi strategi untuk mengamankan diri saya juga tahu," terang Garin.
Satu di antara film Garin Nugroho yakni Kucumbu Tubuh Indahku pernah diboikot melalui petisi online seminggu sejak dirilis di bioskop. Petisi melalui change.org dengan inisiator Budi Robantoro menolak Kucumbu Tubuh Indahku karena alasan film LGBT tanpa menyebut alasan spesifik. Petisi serupa dilakukan Rakhmi Masita. Penolakan juga dilakukan Front Pembela Islam (FPI).
Film Kucumbu Tubuh Indahku kemudian menjadi film terpilih mewakili Indonesia dalam seleksi Komite Oscar 2020, bersama film 27 Steps of May dan Ave Maryam. Komite kemudian memutuskan Kucumbu Tubuh Indahku untuk dikirim mengikuti seleksi The Academy Awards kategori Foreign Language Film.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
